REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi UU Nomor 27 tahun 2009 pasal 184 ayat (4) tentang ketentuan batas kehadiran anggota DPR dalam hak menyatakan pendapat untuk usul pemberhentian presiden dan wakil presiden.
Dalam keputusan MK, pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD pasal 7B yang menyatakan usul pemberhentian presiden hanya dapat dilakukan dengan minimal dukungan dua pertiga dari jumlah anggota dewan, sementara dalam UU No 27 DPR baru dapat memperoleh hak menyatakan pendapat jika dihadiri dan disetujui oleh tiga perempat dari jumlah anggota DPR.
Ketua MK, Mahfud MD, mengatakan MK mengabulkan permohonan pemohon dan menganggap UU Nomor 27 tentang tata cara pemberhentian presiden dan wakil presiden yang dimuat UU itu salah dan bertentangan dengan maksud konstitusi.
“Amar putusan MK menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Pasal 184 ayat (4) tidak punya kekuatan hukum mengikat,” kata Mahfud di Gedung MK, Rabu (12/1).
Ia menuturkan dalam UUD untuk menyatakan pendapat tentang presiden dan wapres jatuh itu harus disetujui minimal 2/3 yang hadir. “Ini diperberat menjadi usul saja perlu ¾ kehadiran, belum menyatakan pendapat. Itu, menurut MK, menghambat pelaksanaan check and balances, menghambat kontrol dari satu lembaga terhadap lembaga lain dan melampaui batas maksimal yang sudah ditentukan UUD,” kata Mahfud.
Dalam putusan MK untuk melakukan hak menyatakan pendapat pemakzulan terhadap presiden ditetapkan tidak boleh melebihi batas minimal dari apa yang ditetapkan di UUD, yaitu 2/3 kehadiran anggota DPR.