REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Mahkamah Agung (MA) membantah tudingan adanya putusan ganda dalam kasus korupsi Sumita Tobing. Dalam siaran pers yang termuat di laman resmi MA, Jumat (14/1), perkara dengan nomor register 856 K/Pidsus/2009 itu baru diputus 6 Januari 2011 dengan susunan majelis hakim terdiri dari M Taufik, Suryajaya, dan Artidjo Alkotsar sebagai ketua majelis, dengan inti amar putusan, kabul, batal PN, dan adili sendiri.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Nurhadi, mengatakan hal yang terjadi terhadap kasus Sumita adalah bukan munculnya dua putusan terhadap satu perkara yang sama, tapi karena adanya kesalahan administratif dalam proses data entry. "Jadi secara substansi putusan atas perkara Sumita Tobing tidak kontradiktif, karena memang hanya ada satu putusan," kata Nurhadi.
Terkait tudingan adanya dua majelis hakim yang memeriksa perkara, Nurhadi menjelaskan bahwa pembentukan dua majelis dalam perkara Sumita sudah sesuai dengan kebijakan internal MA. Menurutnya, bila terdapat sebuah perkara yang belum diputus dalam waktu satu tahun, maka perkara itu harus dimasukkan ke dalam tim Kikis. Tim Kikis inilah, jelas dia, yang kemudian membentuk tim majelis hakim baru untuk memutus perkara yang dimaksud.
Nurhadi menuturkan MA sudah menetapkan majelis hakim perkara Sumita pada 31 Juli 2009, dengan ketua Mansyur Kertayasa. Namun setelah berjalan selama setahun, perkara tersebut belum juga putus, sehingga perkara Sumita masuk tim Kikis. "Tim Kikis inilah yang menunjuk majelis hakim baru pada tanggal 16 Agustus 2010 dengan ketua Artidjo Alkotsar," ujar Nurhadi.
Majelis hakim baru itulah, tambahnya, yang memutus perkara Sumita pada 6 Januari lalu. Dalam amar putusannya, majelis hakim mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum, membatalkan putusan sebelumnya di tingkat pengadilan negeri, dan terdakwa dipidana penjara 1,5 tahun. Majelis hakim menilai Sumita terbukti melanggar pasal 3 UU Nomor 31 tahun 2009 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.