Senin 24 Jan 2011 11:21 WIB

Siapakah Pengganti Ben Ali dalam Waktu Dekat?

Rep: Agung Sasongko/Al Arabiya/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sheik Rashid al Ghannusi
Foto: IRIB
Sheik Rashid al Ghannusi

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI--Lengsernya Presiden Zine El Abdine melalui revolusi bunga membuka harapan baru bagi demokrasi di Tunisia. Pertanyaan berikut ialah menuju ke arah mana Tunisia. Apakah seperti Irak yang tak kunjung menemukan bentuk demokrasi yang ideal atau mungkin seperti Afganistan yang setali tiga uang dengan Irak.

Berdasar pemetaan politik, sekian partai oposisi yang dibungkam pemerintahaan Ben Ali, hanya Partai Pencerahan atau Al-Nahda yang paling menonjol. Partai itu dipimpin oleh Sheikh Rached Ghannouchi.

Al-Nadh merupakan partai Islam yang menginginkan Tunisia kembali menjadikan Islam sebagai rujukan penyelenggaraan negara. Partai Al-Nahdamemiliki visi yang berusaha meningkatkan peran masjid, menolak pemisahan antara agama dan negara serta mendukung dipertahankannya pendidikan dan budaya berorientasi arab serta memperbolehkan warga negara Tunisia belajar bahasa asing.

Al-Nadh boleh dibilang partai Islam moderat konservatif yang menolak segala bentuk kekerasan dan lebih mengutamakan konsultasi (syura) sebagai sarana menyelesaikan isu politik, budaya dan intelektual.

Gerakan lain yang juga cukup menonjol di Tunisia adalah gerakan yang dipimpin Sheikh al-Khatib al-Idrisi. Dia dilabeli masyarakat Tunisia dengan sebutan "Syekh Salafi".  Gerakan ini tidak terlibat dalam politik dan juga dibatasi peranannya dalam masjid.

Kondisi itu dikarenakan tekanan pemerintah Ben Ali yang khawatir dengan meroketnya popularitas Al-Idris dikalangan pemuda Tunisia. Tekanan pemerintahan Ben Ali segera menghantarkan anggota-anggotanya ditangkapi. Asosiasi Internasional Untuk Dukungan Terhadap Tahanan Politik mencatat pemerintah Ben Ali menangkapi pemuda-pemudi berusia 25-30 tahun.

Partai Pebebasan Islam

Selain Partai Al-Nahd dan gerakan Salafi, partai lain yang juga patut diperhitungkan adalah partai Pembebasan Islam. Partai ini didirikan di Yerussalem tahun 1953 oleh Skheikh Taqiuddin al-Nabhani. Partai ini mulai mendapat tempat di Tunisiaa pada tahun 1973 dan berhasil menarik sejumlah perwira militer.

Keberhasilan itu dihendus pemerintahan Ben Ali yang menuduh partai tersebut merencanakan kudeta militer. Akibatnya, angota-anggota partai dalam rentang 1983-1990 ditangkapi atas tuduhan makar. Meski digerogoti oleh pemerintahan Ben Ali, partai ini tetap aktif meski harus mendapat pengawasan ekstra ketat.

Aktivitas Partai Pembebasan Islam boleh dibilang sangat misterius. Bahkan untuk informasi jumlah keanggotaan partai ini tidak diketahui secara pasti. Informasi yang ada tentang Partai Pembebasan Islam justru boleh dibilang begitu suram. Sebut saja, partai yang mengusung perubahan radikal dalam usaha membentuk kekalifahan Islam dan mengusir semuar rezim yang dianggap sebagai perpanjangan imperialisme barat di dunia Islam.

Syiah

Kelompok Syiah Tunisia tumbuh dan berkembang pascarevolusi Islam Iran 1979. Perkembangan itu kian pesat ketika pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Khomeini, datang ke Tunisia di awal tahun 1980. Menurut peneliti Islam Salah al_din al-Jourshi, jumlah pengikuti Syiah di Tunisia tidak melebihi 2.000 orang. Namun, kelompok Syiah mengklaim jumlah anggotanya mencapai ratusan ribu.

Kelompok ini sempat bersitegang dengan Partai Al-Nahda. Begitu tegang hingga pemimpin Partai Al-Nahda, Syekh Rached Ghannouchi dilarang pergi ke Iran. Ketegangan kian memanas ketika Ghannouchi menuduh Iran mendukung pemerintahan Ben Ali. 

Beruntung, kelompok ini tidak diutak-atik pemerintahan Ben Ali. Mereka bahkan diperbolehkan untuk melakukan ziarah Imam Hussein di Karbala Irak. Bahkan tercatat kelompok Syiah pernah didanai Ben Ali untuk mengikuti seminari Syiah di Najaf dan Qom.

Gerakan Progresif

Kelompok terakhir yang cukup memiliki pengaruh adalah Gerakan Islam Progresif.

Gerakan ini berafiliasi dengan Partai Al-Nahda. GIP berisikan mahasiswa, dosen, dan intelektual yang berorentasi Islam dan kekalifahan Islam. GIP dibentuk tahun 1970 ini menolak segala bentuk ekstrimisme dan terbuka terhadap ide-ide progresif. Seiring sejalan GIP mulai memisahkan diri dari partai Al-Nahda.

Meski telah berpisah dari Partai Al-Nahda, GIP tidak memiliki ambisi politik. Gerakan ini kemudian bubar. Sebagian anggotanya segera berafiliasi dengan Al-Jahiz yang memiliki misi menghidupkan kembali lingkungan intelektual di Tunisia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement