REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Aksi bunuh diri yang terjadi Bandara Internasional Domodedovo Moscow bukan tidak diketahui pihak intelijen Rusia atau Federal Security Service (FSB). Bahkan sebelumnya, bom bunuh diri itu terjadi, intelijen Rusia sudah mewanti-wanti akan hal tersebut.
Jika pemberitahuan itu ditanggapi serius, bukan tidak mungkin insiden pemboman yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 35 orang itu tidak akan terjadi. Lembaga intelijen Rusia seperti ditulis surat kabar The Telegraph, Selasa (25/1) telah menyampaikan kabar adanya serangan teroris yang telah direncanakan terhadap sebuah bandara di Moskow.
Pemberitahuan itu disampaikan sejak sepekan silam sebelum insiden pemboman Domodedovo Senin kemarin. Bahkan dalam informasi tersebut juga dijelaskan secara rinci lokasi pemboman. Namun, pihak keamanan Rusia sayangnya gagal mengecah aksi itu.
''Petugas khusus telah menerima informasi tentang adanya rencana aksi teror di salam satu bandara di Moskow,'' kata seorang petugas kepada kantor berita RIA Novosti.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Rusia mengatakan sedikitnya 35 orang meninggal dunia. Sekitar 86 dilarikan ke rumah dan sebanyak 94 lainnya dalam kondisi luka berat. Sementara laporan lainnya mengatakan, sebanyak 130 orang dalam keadaan sekarat.
Para saksi mengatakan, pelaku bom bunuh diri berteriak, "saya akan membunuh kalian semua," ujarnya sebelum sang pelaku meledakkan tentengannya, seperti dilaporkan The Independent. Sebelumnya, Walikota Moskow Sergei Sobyanin berjanji bahwa pemerintah kota akan membayar 2 juta rubel atau senilai 67 dolar AS sebagai kompensasi kepada keluarga yang kerabatnya tewas pada ledakan di Bandara Internasional Domodedovo Moskow pada Senin (24/1) kemarin.
Laporan awal menunjukkan bahwa bom diledakkan oleh pengebom bunuh diri yang menjadi penumpang pesawat yang mendarat di bandara tersebut pada pukul 16.40 waktu setempat (pukul 20.40 WIB).
Setiap korban yang terluka akan mendapatkan 1,5 juta rubel (50.300 dolar AS) dan mereka yang mengalami luka lebih ringan akan menerima 1 juta rubel (33.500 dolar AS) kata Sobyanin. Setidaknya 35 orang tewas dan 180 orang terluka akibat ledakan itu.