REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-— Petugas pengangkut sampah Makruf (62 tahun) mengaku cukup sengsara dengan statusnya sebagai pegawai honorer di bawah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemerintah Kota Surabaya.
Ia mengaku bekerja delapan jam sehari mengangkut sampah dengan gerobak untuk ditaruh di tempat pembuangan sampah sementara di daerah Bratang, Surabaya. Dengan pekerjaannya yang melelahkan itu, ia mendapat upah Rp 810 ribu per bulan.
Dengan pendapatan sebesar itu, ia harus pandai-pandai menyiasati pengeluaran agar tetap bisa makan setiap harinya. “Sudah lama gaji saya tidak naik. Jika gaji naik pun pasti sedikit. Padahal pengeluaran setiap hari cukup banyak,” kata Makruf kepada Republika, Rabu (26/1).
Bekerja sejak tahun 1987, Makruf belum juga diangkat sebagai honorer. Pasalnya, selain hanya memiliki ijazah SD, ia selalu telat informasi dalam mengurus persyaratan administrasi jika ada kabar pengangkatan honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Meski begitu, ia tak pernah mengeluh dengan gaji yang diterimanya sebab jika pun mau mengadu. Dia tak tahu harus berkeluh kesah kepada siapa terkait nasibnya.
Makruf mengomentari sinis tentang rencana kenaikan gaji para pejabat negara. Ia menyatakan tak seharusnya gaji pejabat naik sebab pendapatan yang diterima sudah besar.
Lagian, pejabat negara juga mendapat fasilitas kenyamanan yang lebih dibanding rakyat biasa. “Naikkan gaji saya dulu dan teman-teman, bukannya mereka yang duitnya sudah banyak.”