REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Pidato Presiden Mesir Hosni Mubarak yang mengumumkan tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu September mendatang dilakukan setelah ia menerima pesan pribadi Preiden AS Barack Obama. Washington menyampaikan pesan yang jelas bahwa ia harus tunduk terhadap tekanan populer dan mempersiapkan diri untuk transformasi pemerintahan.
Setelah aksi demonstrasi besar-besaran selama sepekan tak menunjukkan tanda-tanda mereda, AS memutuskan mengirimkan utusan khususnya menemui Mubarak. Kuat dugaan, keberangkatan utusan ini terkait dengan kekhawatiran Israel dan negara-negara Barat bahwa Islamis akan menguasai negeri ini dan mengancam posisi Israel.
Sumber di Gedung Putih menyatakan, Obama dan para penasihatnya menyaksikan pidato Mubarak di mana pemimpin Mesir mengatakan ia tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden pada bulan September dan akan bekerja pada bulan-bulan terakhir masa jabatannya untuk memungkinkan transfer kekuasaan.
Namun, mantan penasihan keamanan AS, Elliot Abrams, menyangsikan hal ini. "Saya tidak bisa melihat siapa pun di Tahrir Square menerima bahwa ia akan menjadi presiden selama delapan bulan ke depan dan setelah 30 tahun ia memerintah, dipercaya untuk menjadi orang yang bertanggung jawab atas transisi demokrasi," ujarnya.
Mantan Dubes AS Frank Wisner bertemu dengan Mubarak sebelumnya dan menyampaikan pesan tentang perlunya untuk mempersiapkan transisi yang tertib, menurut para pejabat AS.
Kritikus menuduh pemerintah AS menjadi lambat untuk memahami skala pergolakan di Mesir setelah protes serupa di Tunisia. Pemerintahan Obama mengulurkan tangan pada hari Selasa, tidak hanya untuk Mubarak, tetapi untuk kubu oposisi.
Duta Besar AS untuk Mesir, Margaret Scobey, berbicara kepada pemenang Nobel Perdamaian Mohamed ElBaradei, seorang tokoh oposisi. Pada saat yang sama, Menteri Pertahanan AS Robert Gates berbicara dengan Mohamed Hussein Tantawi, menteri Pertahanan Mesir. Pentagon menolak untuk memberikan rincian pembicaraan keduanya.
Harga minyak melonjak di atas 102 dolar AS per barel pada Selasa di tengah kekhawatiran tentang gangguan di pelabuhan Suez di Mesir.
ElBaradei, mantan kepala badan pengawas nuklir PBB, kembali ke Mesir pekan lalu dan sejak itu terlihat dukungan yang tumbuh dari kelompok oposisi, termasuk kelompok Islam, Kristen, intelektual, dan lain-lain.