REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO – Ketika ribuan demonstran berkumpul di lapangan Tahrir, Kairo, sabtu (5/2). Presiden Mesir Hosni Mubarak mengumpulkan tim ekonominya membahas kondisi ekonomi Mesir.
Krisis politik yang melanda negara itu sejak 25 Januari lalu telah menelan biaya sekitar $ 3,1 miliar, atau senilai Rp 28,2 trilyun rupiah. Konflik dan kekerasan yang terus terjadi membawa Mesir dari sebuah bangsa yang pernah dilihat sebagai negara yang memiliki stabilitas ke negara menuju kekacauan dan kehancuran.
Kantor berita setempat mengatakan, pertemuan Mubarak berlangsung Sabtu pagi di istana presiden di Heliopolis, beberapa mil jauhnya dari pinggiran kota Kairo, yang dipenuhi para demonstran di pusat kota. Laporan itu mengatakan beberapa menteri hadir dalam pertemuan itu antara lain Mentri Perminyakan, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Sentral Mesir dan pejabat ekonomi lainnya.
Pada hari Jumat, hampir 100.000 demonstran anti-pemerintah yang telah berkumpul gagal untuk memaksa Hosni Mubarak mundur, penguasa 30 tahun untuk melepaskan kekuasaan. Meskipun tekanan dari pemerintahan Obama untuk segera mundur telah disampaikan dan mempercepat proses demokrasi di Mesir.
Pada hari jumat itu pula suasana di antara kerumunan beberapa ribu di Tahrir Square tenang, sangat kontras dengan bentrokan awal pekan ini antara demonstran anti-pemerintah dan pendukung Mubarak.
Tentara Mesir, diterjunkan untuk mengamankan akses masuk dipinggiran lapangan Tahrir, dengan melakukan pemeriksaaan identitas sebelum memasuki lapangan Tahrir tersebut. Pasukan keamanan juga mencoba untuk menutup beberapa jalan masuk, menyingkirkan sisa-sisa bangkai kendaraan yang hangus dan sampah lainnya.
Para pemimpin oposisi mengatakan protes dan aksi demonstrasi ini tidak akan berakhir sampai Mubarak meninggalkan kantor. Ia juga mengatakan aksi utama di dalam lapangan Tahrir ini akan berlangsung sampai hari Selasa dan Jumat depan.