REPUBLIKA.CO.ID,PALU--Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman mengatakan, Komisi Yudusial memiliki kewenangan "banci" karena tidak punya wewenang untuk menangkap hakim yang salah dalam menetapkan putusan. "Kalau memang hakim mengabaikan hukum acara, kami bisa menilainya , karena hakim harus profesional. Sayangnya KY ini banci selama belum diberi kewenangan untuk menangkap hakim," kata Eman saat sosialisasi Komisi Yudisial di Fakultas Hukum Universitas Tadulako Palu, di Palu, Rabu.
Dia mengatakan, Komisi Yudisial tidak bisa berbuat apa-apa karena memang kewenangan yang diberikan undang-undang terbatas. Eman mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. "Bukan kami tidak mau menindak tetapi kewenangan undang-undang tidak ada untuk itu," katanya.
Dia mengatakan, Komisi Yudisial hanya memiliki kewenangan memberi rekomendasi ke Mahkamah Agung jika ditemukan ada hakim yang keliru dalam menetapkan putusan perkara. Rekomendasi tersebut, kata dia, bisa saja hanya disimpan Mahkamah Agung di laci meja sehingga bisa saja tidak sampai ke oknum hakim yang bersangkutan. Eman juga mengatakan, dalam beberapa kasus, hakim agung mangkir jika dipanggil Komisi Yudisial.
Kekuatan Komisi Yudisial, kata Eman, kalah dengan Komisi Ombusmen yang punya kewenangan memaksa hakim agung. Komisi Yudisial, kata dia, tidak punya kewenangan memaksa hakim agung. "Ketika hakim agung dipanggil tidak mau, kami terpaksa mendekati Ketua MA, supaya hakim agung ditegur, karena ini demi marwah dan martabat hakim agung juga," kata Eman.
Menurut Eman, sikap hakim agung berbeda dengan hakim pengadilan negeri atau hakim pengadilan tinggi yang bersedia hadir jika dipanggil Komisi Yudisial. "Minggu lalu KY memeriksa hakim dari Surabaya, tetapi saya tidak tahu apa yang diperiksa," katanya.
Eman berharap, perubahan undang-undang tentang Komisi Yudicial mendatang memberikan kewenangan untuk menindak hakim yang nakal. Ia mengatakan, masyarakat yang melapor ke Komisi Yudisial merasa tidak puas dengan putusan hakim termasuk dengan berkas putusannya. Menurut Eman, Komisi Yudisial memiliki 12 tenaga ahli untuk memberikan catatan atau membaca putusan peradilan yang diadukan ke Komisi Yudisial.
Tenaga ahli yang diambil dari pensiunan hakim tinggi tersebut bertugas mencari tahu apakah putusan itu wajar diputuskan oleh hakim secara jernih sebagaimana kaidah hukum acara atau tanpa tidak. Dia mengatakan, Komisi Yudisial tidak saja mempelajari putusan peradilan, tetapi juga memantau jalannya peradilan melalui media massa maupun menginvestigasi langsung.
"Memang kami memegang asas praduga tidak bersalah. Hakim tidak kami hukum tanpa dibuktikan oleh fakta-fakta putusan yang menyimpang. Orang yang menotasi juga pernah jadi hakim sehingga mereka tahu mana putusan yang tidak beres," katanya.
Eman mengatakan, sebelum Komisi Yudisial mengeluarkan rekomendasi ke Mahkamah Agung, Komisi Yudisial tetap meminta klarifikasi baik hakim selaku terlapor maupun pelapor. Dia mengatakan, Komisi Yudisial juga membela hakim agar tidak terzalimi dalam melaksanakan putusan, termasuk menyurati polisi untuk menjaga hakim baik hakim pidana atau hakim perdata.