REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan sangat fleksibel menggunakan proses pembuktian terbalik untuk memaksimalkan penuntasan berbagai kasus-kasus pajak yang berkaitan dengan kasus terpidana Gayus Halomoan Partahanan Tambunan. "Kita (KPK) belum tahu apakah akan menggunakan pembuktian terbalik. Tapi jika itu dibutuhkan akan digunakan," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Jumat (4/3).
Hingga saat ini penanganan kasus pajak terkait Gayus di lembaga antikorupsi tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Karena itu belum dapat dipastikan apakah pembuktian terbalik akan digunakan jika nanti memang ada kasus yang berkenaan dengan pajak tersebut meningkat statusnya menjadi penyidikan.
"Sekarang kan masih penyelidikan. Jadi kita tidak mau berandai-andai apakah pembuktian terbalik akan digunakan atau tidak, karena harus dilihat juga kasusnya seperti apa," ujar dia.
Johan mengatakan Indonesia memang belum memiliki undang-undang khusus pembuktian terbalik. Namun berkaitan dengan pasal gratifikasi, pembuktian terbalik dapat digunakan. Dalam evaluasi dua mingguan pada Selasa (22/2), Wakil Presiden Boediono memang meminta penanganan kasus mafia pajak mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Halomoan Tambunan agar diarahkan ke proses pembuktian terbalik.
"Kita kelak akan mengupayakan untuk membuat proses pembuktian terbalik, ini efektif dan sesuai dengan ketentuan hukum. Kita menginginkan menjadi suatu instrumen untuk mencegah dan menanggulangi masalah korupsi," kata Boediono selaku koordinator pelaksana 12 poin Instruksi Presiden (Inpres) soal mafia pajak.
Menurut dia, langkah pembuktian terbalik memiliki landasan hukum yang jelas dan memiliki dua keuntungan yang bisa diperoleh dengan menerapannya. Keuangan negara yang juga milik rakyat akan cepat kembali tanpa melalui proses panjang dan dampak jera bagi pelaku cukup signifikan jika pelaksanaannya berjalan baik. "Ini sangat bagus untuk mengamankan uang negara. Dan sebagai alat kita untuk mengefektifkan pencegahan dan berantas korupsi," katanya.