REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG - Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Fitriyah, mengatakan permasalahan koalisi akan menjadi pola berulang dan rentan muncul semakin sering mendekati Pemilu 2014.
"Karena koalisi transaksional, maka permasalahan yang sama kemungkinan akan muncul lagi," kata Fitriyah di Semarang, Kamis (10/3).
Fitriyah yang juga mantan Ketua KPU Jawa Tengah itu mengatakan setelah ada keputusan Partai Golkar tetap bertahan dalam koalisi, tidak ada jaminan ke depan koalisi akan solid. Karena, partai memiliki kepentingan sendiri-sendiri.
Masih bertahannya Partai Golkar dalam koalisi, menurut Fitriyah, sesuai dengan perkiraan awal banyak pihak bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih membutuhkan Partai Golkar. "Suara 60 persen lebih Partai Demokrat di legislatif tidak cukup memback-up sehingga membutuhkan dukungan dari Partai Golkar,'' katanya. ''Sementara, Partai Golkar sadar sebagai kekuatan kedua setelah Partai Demokrat."
Terkait PDIP, Fitriyah menyatakan Megawati Soekarnoputri sebagai penentu keputusan partai menjadikan PDIP tidak bergabung dalam koalisi. Sementara jika Partai Golkar disingkirkan, lanjut Fitriyah, hal tersebut terlalu riskan.
Alasan lain Partai Golkar tetap dalam koalisi karena pimpinan Partai Golkar memiliki hubungan dan kedekatan khusus dengan Presiden. Partai Golkar pun memiliki pengalaman yang tidak bisa dianggap enteng.
Menurut Fitriyah, koalisi saat ini lebih pada kuantitas. Tidak ada kesamaan ideologi dan tidak jelas platform serta tidak ada ciri khas partai politik.
Dalam soal perombakan kabinet, Fitriyah mengatakan bahwa Presiden sebelumnya telah membentuk unit evaluasi kinerja menteri dan hasilnya tentu harusnya ada tindaklanjutnya. ''Lambatnya Presiden mengambil keputusan melakukan perombakan kabinet itu menjadikan banyak pihak tergantung, terutama kalangan ekonom,'' katanya. ''Oleh karena itu, diperlukan langkah cepat dari Presiden.''