Selasa 22 Mar 2011 15:32 WIB

Studi Banding Komisi XI DPR ke AS Diragukan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) meragukan tujuan dari rencana studi banding sejumlah anggota Komisi XI DPR ke Amerika Serikat, dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Akuntan Publik. "Untuk apa studi banding itu dilakukan? Kalau serius studi banding untuk memperbaiki RUU maka seharusnya studi banding itu dilakukan di awal penyusunan, bukan di akhir begini," kata Koordinator Formappi Sebastian Salang, di Jakarta, Selasa (22/3).

Sebastian mengatakan, keraguan tersebut bukan tanpa alasan. Jika studi banding itu dilakukan untuk penyusunan RUU maka seharusnya studi tersebut dilakukan diawal, bukan ketika RUU tersebut akan rampung.

Kemudian, katanya, studi banding anggota DPR ke luar negeri ini tidak akan efektif karena pada praktiknya studi dilakukan dengan sangat singkat. Ia mengatakan, umumnya saat studi banding anggota DPR menemui pihak-pihak terkait atau para pakar di luar negeri selama satu atau dua jam saja.

"Diskusi selama satu hingga dua jam saja ini kemudian diklaim sebagai bentuk studi banding. Sulit bagi kami untuk percaya itu betul-betul sebuah studi banding," katanya.

Ia mengatakan apabila studi banding hanya dilakukan sebatas itu, maka kepergian anggota DPR ke luar negeri tidak akan menghasilkan apa-apa bagi penyusunan UU, maupun bagi masyarakat. Sebelumnya diinformasikan studi banding dilaksanakan 21-24 Maret. Tim RUU Akuntan Publik selama di Amerika Serikat akan bertemu dengan pihak dari American Institute of Certified Public Accountants dan Government Accounting Office.

Selain itu, tim juga akan bertemu dengan Parlemen AS dan Public Company Accounting Oversight Board. Lebih lanjut Sebastian mengatakan, melihat perilaku DPR yang sibuk dengan agendanya sendiri daripada memperjuangkan aspirasi rakyat, maka wajar jika rakyat merasa tidak terwakili oleh DPR.

Survei Formappi terhadap 564 warga Jakarta Utara dan Jakarta Selatan memperlihatkan hanya 7 persen atau 39 responden yang merasa terwakili oleh DPR dan 93 persen atau 525 orang merasa tidak terwakili. Lebih jauh, dalam surveinya Formappi juga menggali informasi hubungan responden dengan wakil-wakil mereka di DPR. Hasilnya 72 persen atau 406 responden tidak ingat siapa wakilnya di DPR, dan hanya 28 persen atau 158 responden saja yang masih mengingat wakil mereka.

Responden yang tidak ingat pada wakilnya, sebagian besar mengaku tidak terwakili oleh DPR yakni sekitar 96 persen. "Ini menandakan langkanya inisiatif DPR melakukan komunikasi intensif dengan konstituen," katanya.

Pola serupa juga terjadi bagi responden yang mengingat wakilnya di DPR, bahwa mayoritas dari mereka juga tidak merasa terwakili yakni sekitar 86 persen. "Ini merefleksikan lebih dalam hubungan yang terputus antara rakyat dengan wakilnya," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement