Jumat 13 Aug 2010 03:49 WIB

ASI tak Diberikan, Potensi Sebabkan Diare Pada Anak

Rep: Esthi Maharani/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Air susu ibu (ASI) yang tidak diberikan pada anak berpotensi menimbulkan dampak negatif. Kekebalan tubuh anak akan menurun. Akibatnya, penyakit mudah menyerang. Salah satunya diare.

Direktur rumah sakit umum daerah (RSUD) Cengkareng, Jakarta Barat, dr Nur Abadi, menduga jumlah ibu yang menyusui mengalami penurunan. "Indikasinya, jumlah kunjungan bayi ke RS meningkat daripada sebelumnya," katanya, Kamis (12/8).

Berdasarkan data dari RSUD Cengkareng, pada Mei 2010, tercatat ada 82 bayi menderita diare dengan tingkat akut yang berbeda. Bulan Juni meningkat menjadi 85 bayi. Pada Juli mencapai sekitar 90 bayi yang datang berobat karena diare.

Kebanyakan ibu baru memberikan susu formula sebagai pengganti ASI. Celakanya, susu ini pun sering ditambah cairan lain misalnya air tajin. "Ini menjadi proses awal bayi kurang gizi," kata Nur Abadi. Sebab, bayi dipaksa kenyang dengan asupan yang minim gizi dari air dari sari beras yang dicuci.

Selain itu, faktor lingkungan pun ikut berperan. Kualitas air memegang peranan penting. Terlebih di wilayah Cengkareng, Kalideres, dan Tambora yang merupakan daerah padat penduduk dan industri. Kondisi airnya sudah tercemar dan sudah tidak layak konsumsi. "Banyak dari mereka juga menggunakan air dispenser daripada air yang mendidih," katanya. Padahal, air dispenser sebaiknya tidak digunakan sebab hanya setengah mendidih sehingga bakteri dan kuman belum mati.

Tak hanya bayi yang mendapatkan dampak negatif dari ASI yang tidak diberikan. Para ibu pun berpotensi menderita kanker payudara. "Kebanyakan penderita kanker justru pada ibu yang tidak menyusui," ujar Nur Abadi.

Dr Mardani dari bagian Instansi Mutu dan Sarana RSUD Cengkareng mengatakan, seharusnya peran puskesmas bisa dioptimalkan untuk mengontrol pemberian ASI dan penanganan diare pada bayi. "Diare kan penyakit simpel yang bisa diselesaikan karena 'hanya' membutuhkan perawatan cairan," katanya. Ia menduga masyarakat yang cepat panik dan tingkat kepercayaan kepada puskesmas rendah. "Rujukan ke RS sebaiknya jika tingkat derajat dehidrasinya sudah berat," katanya.

Sementara itu, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Yenuarti, membantah terjadi peningkatan diare pada balita. "Justru menurun," katanya. Tahun lalu, tercatat ada sekitar 20 ribu balita menderita diare, sedangkan tahun ini hanya sekitar 11 ribu.

Namun Yenuarti mengakui, diare memang tercatat sebagai 10 penyakit terbanyak di wilayah Jakarta Barat. "Jika penderita diare di satu lingkungan sudah mencapai tiga orang, itu sudah mengkhawatirkan," katanya. Sebab, hal tersebut menunjukkan sanitasi warga tidak bagus dan ada kemungkinan lingkungan tercemar.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement