REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sikap Tim Pencari Fakta (TPF) DPRD untuk kerusuhan makam Mbah Priok, Koja, Jakarta Utara terbelah terkiat surat pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian anggota termasuk Ketua TPF akan mendatangi KPK hari ini untuk klarifikasi, sedangkan sebagian lainnya bersikukuh tidak akan memenuhi panggilan KPK.
Sementara itu, anggota TPF Ida Mahmuda menegaskan tidak akan mendatangi KPK. Alasannya, surat yang dikirimkan KPK hanya permintaan klarifikasi atas dugaan gratifikasi. Dalam surat tersebut tak ada kewajiban untuk mendatangi KPK. “Suratnya hanya permintaan klarifikasi, dan cukup dikirimkan ke alamat KPK. Jadi tak perlu datang ke KPK,” kata Ida Mahmuda, Ahad (4/7).
Politisi PDI Perjuangan ini membantah mendapat sejumlah uang dari pihak-pihak tertentu yang diduga untuk meredam hak angket DPRD terkait kerusuhan Priok. Terbukti, PDIP tetap bersikap keras kepada Gubernur DKI, Fauzi Bowo. Terlebih, saat kerusuhan Ida bersama Sekretaris Fraksi Partai Gerindra S. Andyka menjadi korban pemukulan dari oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Berbeda dengan Ida, Ketua TPF DPRD DKI, Lulung Lunggana, mengatakan akan mendatangi KPK. Menurut dia, kedatangannya tersebut untuk mengklarifikasi informasi dugaan gratifikasi seperti yang diminta dalam surat yang dilayangkan oleh KPK. “Senin (5/7), saya usahakan datang ke KPK untuk klarifikasi,” kata Lulung kepada wartawan.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini menambahkan, kedatangannya tersebut untuk menegaskan bahwa dirinya tidak menerima gratifikasi seperti yang dikabarkan. Lulung juga siap mempertanggungjawabkan pernyataannya tersebut. “Saya katakan bahwa saya tak menerima uang apa pun,” ujar politisi PPP ini.
Ditanya siapa saja yang sudah menerima surat pemanggilan KPK, Lulung mengaku tidak menahu. Dirinya hanya fokus pada surat yang diterimanya saja.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Gerindra Muhammad Sanusi mengaku sudah mengklarifikasi kepada anggota TPF dari Partai Gerindra S. Andyka. Dalam klarifikasi tersebut, Andyka mengakui telah mendapat surat dari KPK. Isi surat tersebut meminta penjelasan dari anggota TPF terkait informasi adanya dugaan gratifikasi dalam kasus Mbah Priok.
Surat tersebut juga disertai kuisoner yang harus diisi oleh anggota TPF jika menerima gratifikasi. “Surat itu menjebak, kalau tidak hati-hati kuisoner bakal diisi. Padahal, kalau tidak merasa menerima gratifikasi maka kuisoner itu tak perlu diisi,” ujar Sanusi.
Dia juga memastikan, yang mendapat surat panggilan dari KPK hanya anggota TPF. Sebab, pihaknya sudah menanyakan kepada seluruh anggota Fraksi Partai Gerindra.
Ternyata selain anggota TPF tidak mendapatkan surat panggilan. “Kalau panggilannya ke TPF berarti ada sembilan orang, yakni delapan unsur fraksi dan satu unsur pimpinan DPRD. Kalau KPK bilang 10 orang yang dipanggil, saya nggak tahu siapa yang satu lagi,” tuturnya.
Sanusi mengaku sudah menginstruksikan kepada S. Andyka untuk memenuhi permintaan KPK. Sehingga, nantinya persoalan bisa clear. “Saya sudah minta Andyka memberikan penjelasan apa adanya. Kalau tidak menerima gratifikasi tak perlu takut,” ujarnyanya.
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI, Aliman Aat, menegaskan, surat tersebut bukan pemanggilan. Tapi hanya sebatas surat klarifikasi mengenai informasi adanya dugaan gratifikasi ke DPRD. “Siapa yang dipanggil. Bukan dipanggil, tapi hanya klarifikasi,” ujarnya.
Mengenai sikap BK, Aliman menegaskan tidak akan bertindak apapun. Sebab, sesuai dengan UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD disebutkan bahwa BK harus menunggu laporan untuk memeriksa anggota dewan yang diduga melanggar kode etik. Menurut dia, selama belum ada laporan maka BK akan bersikap pasif. “Kami bukan melindungi, tapi memang ketentuannya seperti itu. BK bersikap pasif,” ungkap politisi Partai Demokrat ini.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 10 anggota DPRD DKI Jakarta terkait dugaan gratifikasi kasus Mbah Priok. Pemanggilan terhadap wakil rakyat tersebut akan digelar minggu depan. Prihal adanya surat tersebut pertama kali dibocorkan oleh Ketua Fraksi Amanat Bangsa Wanda Hamidah dalam akun twiter. Ketika dikonfirmasi, juru bicara KPK Johan Budi SP membenarkan perihal surat tersebut