REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua umum Koperasi Warung Tegal (Kowarteg) Sastoro BA mengatakan orang Tegal datang ke Jakarta bukan untuk mencari makan, tetapi memberi makan. Saat ini saja, tercatat ada sekitar 26.900 warteg yang ada di DKI Jakarta.
"Bayangkan jika warteg itu tutup, masyarakat Jakarta kelaparan," tuturnya usai pertemuan antara Gubernur DKI Jakarta, Ketua Paguyuban Masyarakat Tegal, dan beberapa perwakilan pengusaha warteg yang dilakukan pada Senin, (6/12).
Lebih jauh, jika pajak restoran dan rumah makan ini diterapkan juga pada warteg, efeknya akan terasa juga di kampung halaman, Tegal, Jawa Tengah. Ia menerangkan, dalam satu hari para pengusaha warteg memperoleh omzet sekitar Rp 400 ribu. Jika ditotal dalam satu tahun sekitar Rp 132 juta.
Artinya, jika batas maksimal pengenaan pajak pada restoran dan rumah makan yang beromzet Rp 60 per tahun, warteg atau rumah makan skala kecil seperti warung bubur kacang hijau pun akan terkena dampaknya. Apabila omzet itu dialokasikan lagi untuk pengeluaran harian dan tahunan seperti bayar sewa tempat hingga pembelian bahan baku, plus pajak para pengusaha bisa merugi. "Mereka bisa langsung gulung tikar setelah bayar pajak itu," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemprov berencana menerapkan pajak terhadap restoran dan rumah makan, termasuk warteg. Pajak ini akan diberlakukan pada 1 Januari 2011. DPRD DKI telah menyetujui rencana penerapan pajak restoran terhadap segala jenis tata boga di Jakarta sebesar 10 persen karena sesuai dengan amanat Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Di dalamnya disebutkan warung, kafetaria, dan semua yang menyediakan jasa makanan dan minuman, wajib kena pajak.