REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG--Aksi pengusiran dan perusakan rumah nelayan di Kabupaten Lampung Timur oleh pengelola Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dibantu aparat keamanan pada Kamis dan Jumat (15-16/7) lalu mendapat kecaman. Kini, nasib warga yang berprofesi nelayan terkatung-katung.
Menurut Koordinator Serikat Tani dan Nelayan Indonesia (Sertani), Yos Sudarso, pengusiran berdalih penertiban tidak memberikan rasa kemanusiaan. "Mestinya ada relokasi sebelum ditertibkan," katanya Senin (19/7).
Rumah beserta perabotan ratusan nelayan yang bermukim di sejumlah kampung tidak resmi, misalnya di Kuala Sekapuk dan Kuala Kambas, yang notabene masuk wilayah TNWK, rata dengan tanah. Warga tidak memiliki lagi tempat tinggal. Hidupnya hanya bernaung di sekitar kapal-kapal nelayan mereka.
Menurut pengamatan LSM Sertani, warga yang bermukim di hutan kawasan TNWK tidak mengganggu hutan dan satwa yang ada di sana. Ini karena mereka berprofesi sebagai nelayan, bukan perambah. Mereka tidak memiliki tempat tinggal yang permanen.
Yos menjelaskan bila ada tuduhan dari berbagai pihak termasuk Balai TNWK, bahwa nelayan yang bermukim di hutan selama berpuluh-puluh tahun itu merusak hutan, tuduhan itu tidak sepenuhnya benar. Ia mengungkapkan bila pemerintah harus menertibkan wilayah tersebut, seharusnya memberikan pembinaan terlebih dahulu, dan mencarikan relokasinya agar warga tidak terkatung-katung hidupnya seperti sekarang.
Pascapenghancuran rumah warga di TNWK, ada isu penyerangan terhadap Balai TNWK. Hal ini berdasarkan laporan tim gabungan penertiban kampung ilegal di TNWK yang telah mengamankan dua warga yang bertugas memprovokasi warga lain untuk melakukan perlawanan.