REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA--Penyebaran kasus HIV/AIDS di Mimika kian tidak terkendali dan hingga akhir Juni 2010 telah mencapai jumlah 2.302 kasus. Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Mimika, Reinold Ubra di Timika, Rabu (11/8) mengatakan selama periode April hingga Juni terjadi penambahan 110 kasus HIV/AIDS baru.
"Sebagian besar penularannya melalui hubungan seksual sebanyak 109 kasus dan satu kasus melalui narkoba suntik," jelas Reinold. Ia mengatakan, dari jumlah tersebut sebanyak 75 kasus belum menunjukkan gejala dan 35 kasus lainnya sudah menunjukkan gejala-gejala.
Dari sisi jenis pekerjaan, katanya, temuan terbesar pada kelompok pekerja tidak tetap yakni 35 kasus, disusul ibu rumah tangga 34 kasus. Sisanya PNS, anggota TNI dan Polri, karyawan swasta, pramuria bar, bahkan satu kasus menimpa seseorang yang berprofesi sebagai tokoh agama.
Selama periode April hingga Juni, demikian Reinold, terdapat dua warga setempat yang meninggal dunia dengan gejala AIDS. Dengan demikian, sejak HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Mimika pada tahun 1996 hingga Juni 2010 tercatat sudah 113 orang warga setempat yang meninggal dunia.
Ancaman bagi pendulang
Reinold mengatakan tingginya pertumbuhan kasus HIV/AIDS di Mimika mengancam kehidupan warga setempat juga bagi para pendulang emas tradisional yang mengais rezeki di sepanjang aliran Kali Kabur (Sungai Aijkwa-red). "Beberapa waktu lalu kami melakukan pemeriksaan VCT (voluntary conseling and Testing) atau pemeriksaan darah secara sukarela kepada 30 orang pendulang di Kali Kabur. Ternyata ditemukan ada lima pendulang yang HIV positif dan sebagian lain terjangkit penyakit sifilis," tutur Reinold.
Ia menduga penularan virus HIV termasuk Infeksi Menular Seksual (IMS) ke kalangan pendulang itu diduga bersumber dari para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang mulai merambah wilayah operasinya ke sekitar Kali Kabur. Reinold mengaku sangat prihatin dengan kondisi tersebut mengingat saat ini di sepanjang Kali Kabur terdapat ribuan pendulang emas tradisional yang datang dari berbagai daerah baik di Papua maupun luar Papua.
Kondisi tempat tinggal pendulang yang kumuh yang menempati befak-befak sederhana di pinggir kali serta tidak adanya pengawasan yang ketat terhadap aktivitas mereka terutama dalam hal penyaluran kebutuhan biologis dinilai sangat rentan bagi penularan virus HIV dan berbagai penyakit lainnya.