REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Kejadian antarletusan Gunung Merapi yang terjadi sejak 26 Oktober 2010 ini hingga sekarang berjarak pendek, yaitu sekitar tiga hari, dua hari, dan bahkan satu hari.
''Sehingga hal itu sangat memungkinkan Gunung Merapi untuk mengeluarkan letusan eksplosif lagi,''kata Kepala Badan Geologi R Sukhyar di kantor BPPTK Yogyakarta, Senin (1/11).
Dia mengatakan, letusan eksplosif tersebut terjadi karena adanya tekanan gas yang mendesak untuk keluar. Tekanan dari dalam itu pula yang menimbulkan bunyi dentuman dan memiliki dampak secara radial atau arah material ke segala penjuru.
''Dentuman ini yang ditakutkan penduduk, karena pada waktu terjadi letusan tahun 2006 tidak terjadi dentuman dan yang dilihat penduduk hanya api diam,'' ungkap dia. Sedangkan letusan Merapi tahun ini memiliki kecenderungan dominan awan panas mengarah ke selatan, barat daya, dan barat.
Dampak awan panas kali ini juga lebih luas dibandingkan letusan tahun 2006. Dampak awan panas yang terjadi hingga Senin (1/11) mencapai 14 kilometer persegi dengan radius sekitar tujuh kilometer, sedangkan dampak letusan tahun 2006 hanya tujuh kilometer persegi dengan radius 3,5 meter.
Lebih lanjut Sukhyar menjelaskan, di puncak Merapi saat ini telah terbentuk leher yang merupakan jalan aliran keluarnya magma. Akibat letusan Merapi 26 Oktober 2010 kemarin menyebabkan terbentuknya kawah dengan diameter 200 meter dan membuka ke arah selatan (Kali Gendol). Namun sampai sekarang kubah lava belum terbentuk.
Namun, Sukhyar menambahkan, dengan runtuhnya kubah lava pada letusan tahun 2006 akibat aktivitas letusan Merapi 2010, memiliki pengaruh pada kubah yang terbentuk akibat letusan Merapi di tahun 1911.
''Kubah yang terjadi tahun 1911 menjadi terus terkikis. Jika semakin rapuh maka bisa menyebabkan longsoran yang membahayakan. Namun saya tidak tahu seberapa besar material yang akan longsor dan membahayakan ini. Karena itu sejak dulu kubah tahun 1911 menjadi perhatian para ahli atau pengamat vulkanologi,'' jelas Sukhyar.