REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi V dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Yudi Widiana Adia, menilai pembentukan tim khusus militer yang memiliki kemampuan dan keahlian penanganan bencana seperti 'national guard' di AS, bisa dikaji di Indonesia.
"Untuk masa mendatang, kita memang perlu membentuk 'national guard' untuk penanggulangan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Ke depan, ini perlu kita pikirkan," kata Yudi di Jakarta, Selasa (2/11).
Menurut dia, memang dalam pasal 30 UUD 1945 berisi "setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha-usaha pembelaan negara". Namun untuk saat ini yang perlu dilakukan adalah peningkatan kinerja dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Kepala daerah juga harus sigap mengatasi persoalan bencana, dengan melakukan koordinasi dengan BNPB dan TNI. Kepala daerah harus menjadi 'leader' untuk memobilisasi TNI dalam membantu korban bencana alam," kata anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Sukabumi itu.
Terlebih, lanjut dia, saat ini Palang Merah Indonesia (PMI) bisa 'BKO' keluar daerah untuk penanggulangan bencana yang ada di daerah. Ia menilai kinerja BNPB dalam penanggulangan bencana masih standar dan belum ada peningkatan yang signifikan, dimana saat ini para pengungsi Gunung Merapi yang ada di beberapa wilayah di Yogyakarta masih kesulitan air bersih, kurangnya MCK dan lainnya.
"Seharusnya kepala daerah bisa mengantisipasi hal ini, terlebih akses Yogyakarta lebih mudah ketimbang bencana tsunami di Mentawai, Sumbar. Namun, masalah ini tidak menjadi alasan bagi kepala daerah untuk melakukan penanggulangan bencana di Mentawai," katanya.
Saat ini tinggal mentalitas dari kepala daerahnya saja untuk lebih perhatian terhadap masalah bencana, demikian Yudi Widiana Adia. Sementara itu Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso menilai penanganan bencana tsunami di Mentawai dan gunung meletus di Merapi, oleh pemerintah walaupun terus membaik, namun masih perlu ditingkatkan lagi.
"Terutama terkait dengan koordinasi yang masih belum singkron antara BNPB pusat dan daerah serta instansi terkait. Belum lagi koordinasi dengan berbagai lembaga bantuan yang kini ada," katanya.
Ia mengharapkan ke depan, terkait dengan koordinasi dapat semakin lebih baik. "Disisi lain, diharapkan bantuan yang didistribusikan dapat satu pintu, sehingga bantuan dapat merata ke semua korban. Karena kalau sendiri-sendiri kadangkala ada yang dapat banyak bantuan, tapi ada juga yang tidak mendapatkan," katanya.
Seperti diberitakan, gempa berkekuatan 7,2 Skala Richter disusul gelombang tsunami yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai pada Senin (25/10), menyebabkan sekitar 449 orang meninggal dunia. Korban yang mengalami luka-luka ketika terjadi gempa dan Tsunami yakni 270 orang mengalami luka berat, 142 orang kondisi luka ringan. Warga yang berada pada tempat pengungsian sebanyak 14.983 jiwa.
Rumah warga yang rusak akibat gempa dan tsunami sebanyak 517 unit kondisi rusak berat, 204 unit rumah rusak ringan, rumah dinas 4 unit, 2 unit rusak berat Resort, 1 unit kapal pesiar terbakar, 1 unit kapal pesiar rusak ringan. Sedangkan sebanyak 96 orang korban gempa dan tsunami yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, belum ditemukan Tim Search And Rescue (SAR).
Selain gempa, juga terjadi bencana alam meletusnya Gunung Merapi yang berada di daerah Jogjakarta dan Jawa Tengah. Akibat dari meletusnya Gunung Merapi tersebut setidaknya hingga hari ini 39 orang tewas.