REPUBLIKA.CO.ID,KLATEN--Lokasi pengungsian warga lereng Gunung Merapi, di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, membutuhkan dapur umum dan tenaga memasak agar pasokan makanan untuk mereka tidak terlambat. "Sebenarnya kalau bahan pokok di sini cukup tersedia, kami merasa kesulitan untuk dapur umum dan tenaga memasak. Hal ini yang menyebabkan warga kami sampai terlambat makan," kata Camat Kemalang, Suradi, sambil meneteskan air matanya, di Klaten, Kamis.
Suradi meneteskan air mata tanda menangis karena terharu terhadap nasib warga mereka di berbagai tempat pengungsian yang terlambat mendapat bantuan makanan. Hingga sekitar pukul 14.00 WIB cukup banyak warga setempat di lokasi pengungsian belum mendapatkan makanan. Mereka mengungsi akibat letusan lanjutan secara intensif gunung berapi itu sejak Rabu (3/11) sore hingga saat ini.
Sejak Merapi meletus pertama pada Selasa (26/10) petang, katanya, Posko Bencana Merapi Kecamatan Kemalang di tiga tempat yakni Keputran, Dompol, dan Bawukan dengan jumlah 5.710 jiwa. Letusan lanjutan sejak Rabu (13/11) sore hingga saat ini, katanya, membuat jumlah pengungsi bertambah mencapai ribuan orang, sedangkan lokasi pengungsian bertambah menjadi 12 tempat. Total jumlah pengungsi di daerah itu sebanyak 12.178 orang.
Pihaknya kesulitan menangani layanan pokok pengungsi terutama kebutuhan makan. "Banyaknya tempat pengungsian ini membuat kami kesulitan untuk menanganinya, akibatnya banyak warga yang tidak mendapat pelayanan makan secara baik, dan bahkan sampai ada yang terlambat. Untuk mengatasi persoalan ini kami membutuhkan lagi dapur umum dan tukang masak kalau bisa secepatnya agar warga kami bisa makan di pengungsian secara teratur," paparnya.
Warga yang meninggalkan desanya untuk mengungsi yang membawa uang, katanya, mereka bisa membeli makan di warung. "Tetapi yang tidak bawa uang, ini yang menjadi pemikiran kami. Dalam kondisi yang serba darurat ini belum tentu para pengungsi semua membawa uang," katanya.
Sebanyak 12.178 orang pengungsi itu tersebar di 12 titik pengungsian yaitu Dompol 2.245 orang, Bawukan (1.745), dan Keputran (3.653). Mereka adalah pengungsian gelombang pertama. Mereka yang di pengungsian darurat yaitu di Jiwan 495 orang, Gemampir (133), Somokaton (324), Kadilojo (182), Kepurun (1.300), Kebonalas (200) Ngemplak Seneng (368), Tangkil (124), dan MTs Ma'arif Kemalang (200).
Ia menjelaskan, mereka antara lain menempati balai desa, gedung sekolah, rumah penduduk, dan tenda di lapangan.
Pengungsi di tenda di Lapangan Keputran, Kamis (4/11) kebanjiran akibat guyuran hujan cukup lebat. "Air hujan itu masuk ke tenda-tenda pengungsian, akibatnya mereka yang mengungsi di tenda berhamburan lari keluar dan pindah ke rumah-rumah penduduk dan gedung sekolah terdekat," katanya.
Ia mengatakan, tenda di Lapangan Keputran sebenarnya bukan untuk menampung pengungsi tetapi tempat belajar mengajar siswa karena gedung sekolahnya untuk pengungsian warga Merapi. Selain itu, katanya, tenda itu untuk tempat istirahat anggota TNI yang membantu pengungsi setempat.
Suasana di wilayah Kecamatan Kemalang yang jaraknya sekitar 15 kilometer dari puncak Merapi itu diguyur air hujan cukup lebat. Puncak Gunung Merapi yang kini berada di fase letusan itu tidak kelihatan dari tempat itu. Hujan mengguyur kawasan itu sejak sekitar pukul 11.00 hingga 15.30 WIB.