REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN--Ratusan sapi penghasil susu yang kini di tinggal pemilik di lereng-lereng Merapi, tepatnya di Desa Bawukan, Kecamatan Kemalang, Sleman semakin memprihatinkan dengan kondisi kesehatan yang kian melemah sejak Merapi memuntahkan lahar dingin Kamis malam (4/11). Sapi-sapi yang mulai kehilangan daya tahan dan hanya makan dari pelepah pisang yang dirajang itu dikhawatirkan tak berumur panjang jika situasi Merapi tidak segera normal kembali.
Suryadi (33), salah seorang pemilik sapi, yang ditemui ANTARA, Sabtu, di lereng Merapi, 6 Km dari puncak Merapi, tak bisa berlama-lama menunggui hewan piaraan pencari nafkah itu. "Saya harus segera turun dan menjauh dari sini. Hujan dan angin sudah mulai datang. Ini pertanda cuaca mulai tak bersahabat," katanya.
Pria asli Kemalang itu termasuk segelintir dari warga lereng Merapi yang setiap hari berjudi dengan nasib. "Ibaratnya saya ini bercanda dengan maut. Kalau Merapi itu meleduk lagi, kita bisa tamat," katanya.
Melihat kondisi sapi-sapi yang kian lemas dan melemah itu, Suryadi tak mau menyerah. "Saya akan memberi makan sapi-sapi itu sampai kapan pun, selama masih bisa bernapas. Batang pisang yang dicacah-cacah ini hanya untuk memperpanjang daya tahan saja. Mudah-mudahan sapi-sapi itu bertahan sampai Merapi pulih dan normal kembali."
Di tempat sapi-sapi itu dikandangkan di lereng Merapi, hanya batang pisang bagian dalam yang bisa dimakan ternak tersebut. Semua rumputan dan pohon melayu dengan warna kecoklatan setelah hujan pasir dan debu vulkanik melanda Kemalang. Semua penduduk di sekitar sudah meninggalkan lokasi. Pasar Butuh, di Kecamatan Kemalang, yang biasanya sibuk dan ramai, senyap. Genting-genting bangunan pasar berantakan, jalanan penuh lumpur setebal lima senti meter.
Modiono (76), kakek asli Kemalang, tampak menjenguk rumahnya hanya untuk memberi makan uanggas piaraanya. Dia hanya mengendarai motor tua dan melanggar aturan masuk ke wilayah radius bahaya.
Modiono tak tega membiarkan ayam-ayamnya mati kelaparan karena tak terurus. Suryadi dan Modiono memang bisa dibilang berjudi dengan maut karena dengan mengendai motor, mereka akan terlumat lahar Merapi jika Merapi itu memuntahkan isi "perutnya", yang meluncur dengan kecepatan sebanding dengan akselerasi mobil balap Formula Satu (F1).
Di Desa Balerante, di lereng lebih atas dari Desa Butuh, atau hanya 4 kilometer dari puncak Merapi, puluhan sapi juga masih hidup mengenaskan. Dalam hitungan hari, jika tak ada lagi pakan yang bisa diberikan pada ternak itu, ajal pastilah menjemput. "Sapi-sapi itu seperti setengah hidup-setengah mati," kata Suryadi.
Ketika ditanya apa sudah ada aparat yang menginventaris sapi-sapi yang ditinggalkan penduduk, Suryadi hanya menggeleng. Gagasan yang ramai terlontar di media bahwa pemerintah akan mengganti ternak yang mati karena Merapi agaknya baru di tataran wacana. "Belum ada satu pun petugas yang datang menanyakan nasib sapi-sapi penduduk," kata Suryadi.