REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Tim tehnik dari Universitas Gadjah Mada saat ini tengah menyiapkan satu model rumah hunian sementara untuk para korban bencana letusan Gunung Merapi. Model rumah tersebut dikembangkan untuk para pengungsi Merapi yang rumahnya rusak parah akibat awan panas maupun material gunung tersebut.
Ketua tim UGM, Ikaputra M Eng mengatakan, saat ini aktivitas gunug Merapi tak kunjung menampakkan diri untuk selesai. Karena itulah, para pengungsi yang rumahnya rusak parah membutuhkan rumah hunian sementara. "Jika dipengungsian terus tidak mungkin karena sampai berapa lama belum bisa ditentukan," tambahnya.
Karena itulah, pihaknya mengembangkan model hunian sementara untuk 87 rumah yang mengalami rusak parah di Dusun Kinahrejo, Cangkringan, Sleman. Menurutnya, lahan yang diperlukan untuk membangun hunian sementara untuk 87 KK tersebut adalah 1,5 hektar.
Masing-masing KK akan menempati lahan seluas 150 meter persegi. Model rumah yang akan dibangun dengan menggunakan bahan dasar kayu atau bambu, lengkap dengan lahan pekarangan untuk mendukung aktivitas peternakan dan pertanian.
"Luas areal rumah 18 meter persegi. Sisanya untuk kandang dan pekarangan, karena lebih dari setengah pengungsi memiliki ternak. Jadi mereka bisa tinggal sambil memberi makan sapinya, sambil menunggu rumah mereka dibangun kembali," tambahnya.
Untuk mendukung aktivitas pengungsi selama menempati rumah hunian sementara ini, UGM akan melibatkan tim dari fakultas lain di UGM seperti Fakultas Kehutanan, Peternakan, Kedokteran Hewan, Ekonomika dan Bisnis, dan Ilmu Budaya untuk mengadakan pelatihan dan pemberdayaan bagi para pengungsi.
Pembuatan 87 rumah hunian sementara ini diperkirakan akan menelan biaya sebesar Rp 783 juta untuk model rumah bambu dan Rp 1,56 Miliar untuk model rumah hunian kayu. "Kita perkirakan untuk satu rumah dari bahan bambu memakan biaya Rp 9 Juta, untuk rumah bahan kayu Rp 18 juta," paparnya.
Diakuinya, pembangunan rumah hunian sementara ini tengah diusulkan ke pemerintah daerah dan pemerintah provinsi untuk ditindak lanjuti. Namun demikian, UGM terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait kebijakan pembangunan rumah hunian sementara bagi para pengungsi. "Secepat mungkin kita akan mengerjakan rumah hunian sementara ini, karena lebih layak untuk ditempati," katanya.
Menurutnya, memang tidak mudah untuk merelokasikan pengungsi dari tempat tinggal mereka semula. Diperlukan kebijakan arif dari pemerintah terhadap masyarakat yang sudah puluhan tahun menempati daerah yang kini berada di zona rawan bencana.
"Rumah hunian sementara merupakan salah satu solusi untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi pengungsi yang rumahnya kini sudah tidak bisa ditempati lagi," tandasnya.