REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Pemprov DI Yogyakarta mulai meluncurkan shelter atau hunian sementara (huntara) bagi pengungsi Merapi, Senin (22/11). Sebagai pilot projectnya, ada 283 unit huntara bakal didirikan di tahap pertama.
"Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X yang akan meluncurkan huntara pilot project," ujar Sekda Provinsi DIY, Tri Harjun Ismaji. Proyek awal ini bagian dari rencana pembangunan huntara sebanyak 2526 unit.
Rencananya, peluncuran akan dilakukan sekitar pukul 09.00 WIB, hari ini. Tepatnya di area perakitan huntara di Bengkel Posko Jenggala, Dusun Wonosari, Desa Babadan, Kecamatan Kalasan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah, Priyanto Jarot Nugroho menjelaskan, para pengungsi rencananya akan ditempatkan selama enam bulan hingga satu tahun di huntara. Peruntukannya, sebut Jarot, berdasarkan laporan atau permintaan warga yang rumahnya mengalami kerusakan.
Untuk sementara, dari data laporan yang masuk BPBD, di tiga kabupaten hampir mencapai 700 unit rumah rusak. Diantaranya di Klaten 167 rumah, Boyolali 12 rumah, dan Magelang 526 rumah. "Mereka langsung layak mendapatkan huntara. Relokasi sedang dibicarakan lagi," jelas Jarot.
Pembahasan relokasi intens dilakukan karena sebagian besar korban bencana dari Boyolali tak bersedia direlokasi ke yang tempat terlalu jauh karena dampak kerusakannya tak parah. Terutama daerah seperti kecamatan Cempogo, Musuk, dan Selo. Sementara di Magelang konsentrasi relokasi di kecamatan Srumbung, Dukun, dan Sawangan. Di Klaten berada di sekitar Kecamatan Kemalang.
Acuan huntara sendiri berukuran 4x7 meter dari bahan lokal, sedangkan luasannya masih dilihat berdasarkan lahan yang disediakan. Pemkab Klaten sedang mempersiapkan 1,4 hektar untuk 167 kepala keluarga. Pemkab Boyolali menyediakan lahan 1 hektar, lalu Pemkab Magelang terkena di tiga titik daerah, sehingga luas lahannya hampir mencapai 10 hektar. "Pengganti lahan sedang dinegoisasi karena berstatus tanah desa dan negara," jelas Jarot.
Selain itu Gubernur DIY juga menetapkan dalam radius 5 kilometer, steril dari pemukiman penduduk. Meski begitu, lahannya masih bisa dibudidayakan karena siklus letusan 4-5 tahun sekali. "Sehingga tak perlu pindahkan lagi jika ada letusan kembali," pungkas Jarot.