REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Sampai Rabu siang ini (24/11), semburan asap tebal atau awan panas dari kawah Gunung Bromo di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, masih menjulang tinggi ke angkasa. Namun, asap tersebut tampak memutih, berbeda dengan kondisi saat status Awas ditetapkan pada Selasa (23/11) pukul 16.30 WIB, yang menampakkan warna keabu-abuan hingga coklat pekat.
''Saya sekarang berdiri sekitar 2,5 kilometer dari kawah Bromo, tepatnya di Hotel Lava View, kawasan Pasir Laut. Saya menyaksikan semburan asap tebal, namun warnanya memutih, sedangkan kemarin warnanya coklat. Mudah-mudahan ini pertanda aktivitas Bromo menurun,'' ujar Supoyo, kepala Desa Ngadisari, kepada Republika, Rabu (24/11) pukul 12.50 WIB.
Supoyo mengaku tidak merasa miris berada di dekat kawasan kaldera yang tengah bergolak itu. Juga tidak mendengar suara gemuruh dan tidak merasakan getaran kegempaan atau tremor yang berarti akibat meningkatkan status Bromo. ''Hanya secara kasat mata saja saya melihat semburan asap tebal itu. Yang tahu adanya gempa vulkanik dan tremor adalah petugas Pos Pantau Gunung Bromo yang punya alat,'' jelasnya.
Disebutkan Supoyo, sampai saat ini hembusan angin yang meniup semburan awan panas Bromo masih mengarah ke arah Barat, yaitu Kabupaten Malang dan Pasuruan. Sedangkan kawasan Probolinggo berada di sisi utara Bromo.
Supoyo juga menegaskan bahwa warganya tidak panik dengan adanya peningkatan status Awas bagi Bromo. ''Sejak kemarin warga kami beraktivitas normal. Mereka umumnya para petani sayuran,'' ungkap dia.
Namun yang pasti, lanjut Supoyo, kawasan dalam radius 2,5-3 kilomoter dari kaldera, sudah steril sesuai imbauan pemerintah. ''Di sini sudah tidak ada aktivitas warga atau wisatawan,'' tegasnya.