REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Status Gunung Merapi menjadi 'Siaga'. Zona berbahaya pun ditetapkan pada radius 2,5 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Masyarakat diminta untuk tidak beraktivitas pada zona tersebut.
"2,5 km itu seluruh sektor," ujar Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono, Jumat (3/12). Hal ini karena masih adanya ancaman letusan vertikal. Sehingga jika Gunung Merapi kembali meletus, dikhawatirkan material yang dilontarkan akan menyebar berbagai arah.
Letusan vertikal ini disebabkan oleh dinamika letusan Gunung Merapi yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Pada letusan sebelum tahun 2010, guguran material dan awan panas mengarah ke bukaan di arah selatan. ''Sekarang tidak bertipe seperti itu karena tidak punya kubah, maka vertikal bisa jatuh di mana saja," kata Surono. Penyebaran material itu tergantung pada tiupan angin.
Oleh karena itu, Surono merekomendasikan, tidak ada kegiatan di daerah Kawasan Rawan Bencana III. Terutama di Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, dan Kecamatan Pakem. Pendakian juga belum dibolehkan karena struktur material Gunung Merapi masih belum stabil. Gunung Merapi masih mengalami fase deformasi.
Selain itu, disarankan kepada warga untuk tidak berada pada jarak 300 meter dari bibir sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Sebab bahaya lahar dingin masih ada. Bukan hanya lahar dingin, tetapi sungai-sungai yang dipenuhi endapan material awan panas ini bisa berpotensi terjadi letusan sekunder.
Endapan awan panas ini pada bagian dalamnya masih memiliki temperatur yang tinggi. Sehingga saat hujan dengan intensitas tinggi, bisa terjadi letusan di endapan-endapan ini. Letusan sekunder tersebut bisa melontarkan material kerikil, kerakal, atau batu-batu besar. Temperatur dari material yang terlontar itu pun diperkirakan masih tinggi. "Ini berbahaya juga. Jangan terlalu dekat dengan endapan awan di beberapa sungai berhulu di Merapi," jelas Surono.