REPUBLIKA.CO.ID,MAGELANG--Kali Putih di Kabupaten Magelang, pasca banjir lahar dingin Ahad (9/1) lalu kini berubah jadi daratan. Diperkirakan jutaan meterkubik material vulkanis Gunung Merapi menutup sepanjang alur sungai.
Kondisi tersebut menjadi ancaman bagi pemukiman warga sejak dari Kecamatan Srumbung, Dukun, Salam sampai Kecamatan Ngluwar, utamanya saat hujan turun dan membawa lahar dingin. ''Untuk itu, selain penanganan pengungsi, normalisasi Kali putih menjadi fokus kami,’’ terang Sekda Pemkab Magelang Drs Utoyo.
Timbunan material vulkanis Gunung Merapi di sepanjang alur Kali Putih saat ini dinilai sudah mencapai tahap kritis. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP), mengerahkan 110 alat berat untuk mengeruk timbunan material vulkanis berupa batu, pasir dan lumpur padat. Untuk menormalisasi alur sungai tersebut, jika kondisi tidak banjir diperkirakan memakan waktu lebih dari sepekan.
Sementara itu, 4.100 pengungsi hingga kemarin masih bertahan di pengungsian. Mereka mengaku butuh bantuan Instan, berupa nasi bungkus, lauk, atau mie instan. Mereka tersebar di 10 titik pengungsian antara lain di Rumah Kades Srumbung, Lapangan Jamblangan, Rumah Kades Kamongan, Balai Desa Seloboro, dan Balai Desa Ngrajek. Yang paling banyak berada di Lapangan Jumoyo, yakni 1005 pengungsi dan di Tanjung, Muntilan yang dihuni 1000 pengungsi.
Selain itu 650 siswa SD Sirahan, yang hampir semuanya mengungsi bersama keluarganya masih diliburkan. "Kami belum tahu, sampai kapan kami meliburkan sekolah, selain karena mengungsi, bangunan sekolah juga terendam pasir,’’ terang Ani, guru SDN Sirahan, Rabu (12/1).
Pemkab Magelang, kembali menandaskan, akan menjamin logistik ribuan pengungsi korban banjir lahar dingin Merapi. Pemkab, menurut Sekda Kabupaten Magelang Drs Utoyo, masih memiliki dana sekitar Rp 800 juta.
‘’Jika kita asumsikan Rp 4 ribu perorang perhari, setiap hari Pemkab mengeluarkan dana untuk logistik sebesar Rp 18 juta, dengan dana yang kami punya, setidaknya selama 44 hari logistik pengungsi terjamin,’’ kata Utoyo.