REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN-- Warga di lereng Gunung Merapi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terancam krisis air bersih jika Palang Merah Indonesia benar-benar menghentikan droping air bersih mulai 23 Maret nanti.
"Jika Palang Merah Indonesia (PMI) benar-benar menghentikan pasokan air, maka masyarakat di lereng Gunung Merapi akan kesulitan mendapatkan air bersih," kata Camat Pakem, Budiharjo, Senin.
Menurut dia, saat ini memang banyak bantuan pipa dari organisasi swasta maupun perorangan, namun belum bisa dilakukan penyambungan ke sumber air untuk mencukupi kebutuhan warga karena kondisi jalur ke sumber air di Umbul Wadon atau Umbul Lanang masih sering terkena banjir lahar dingin.
"Kebutuhan air bersih sampai sekarang masih mengandalkan droping air terutama dari PMI yang sejak bencana erupsi Merapi rutin memasok kebutuhan air warga, saat ini dari perusahaan air minum juga belum pasti kapan bisa mengalirkan air dari sumber di lereng Merapi karena kondisi alam," katanya.
Ia mengatakan, selain warga yang berada di daerah yang terdampak erupsi Gunung Merapi, perhotelan dan penginapan di sekitar gunung itu juga masih membeli air setiap harinya.
"Satu tangki air bersih dengan volume 5.000 liter saat ini harganya mencapai Rp100 ribu hingga Rp120 ribu," katanya. Saat ini Dinas Pekerjaan Umum dan Pembangunan Sleman masih melakukan droping air dengan delapan truk tangki air yang dipunyai.
"Namun kebutuhan bagi para warga diyakini tidak bisa tercukupi sebab PMI setiap hari melakukan droping air sebanyak 70 tangki kepada warga di lereng Merapi," katanya.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan, pihaknya saat ini sedang mengajukan permohonan ke PMI Pusat untuk bisa memperpanjang droping air di lereng Gunung Merapi khususnya di Kecamatan Pakem dan Cangkringan. "Kami sedang mengajukan permohonan ke PMI, harapan kami droping air ini bisa diperpanjang sehingga kebutuhan air bersih warga lereng Gunung Merapi dapat terpenuhi hingga saluran air dari mata air bisa tersambung," katanya.