REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG--Direktur Peninggalan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Yunus Satrio Atmojo mengatakan, para ahli purbakala Indonesia hingga saat ini masih mampu menangani masalah abu vulkanik Gunung Merapi yang menempel di batuan Candi Borobudur. "Indonesia cukup ahli karena pernah membantu pemugaran Ankor Watt di Kamboja, bahkan sekarang sudah diminta lagi," katanya di Borobudur, Kamis.
Candi Borobudur tertutup abu vulkanik dampak letusan bertubi-tubi Merapi sejak 26 Oktober 2010 hingga saat ini yang antara lain ditandai dengan semburan awan panas, luncuran lava pijar, dan hujan abu. Ketebalan abu di Candi Borobudur hingga sekitar 2,5 centimeter.
Hingga saat ini aktivitas kepariwisataan di candi yang juga warisan peradaban dunia dibangun sekitar abad VIII masa pemerintahan Dinasti Syailendra itu, masih tutup. Ia menyatakan tidak terjadi kerusakan candi akibat guyuran hujan abu Merapi di candi itu.
Tetapi, katanya yang antara lain didampingi Kepala Balai Konservasi Peninggalan Borobudur (BKPB), Marsis Sutopo, dan Koordinator Kelompok Kerja Pemeliharaan Candi Borobudur BKPB, Nahar Cahyadaru itu, kondisi batuan candi itu dikhawatirkan makin cepat lapuk akibat abu vulkanik yang mengandung asam itu akan mempercepat korosif batu candi. "Ini butuh penanganan secara serius dan proses yang panjang," ujarnya menegaskan.
Ia mengatakan, masyarakat dunia menyoroti upaya Indonesia mengatasi abu vulkanik di Candi Borobudur. Jika kemampuan ahli purbakala Indonesia pada akhirnya tidak memungkinkan untuk membersihkan secara saksama candi dari abu vulkanik, katanya, pihaknya akan meminta bantuan ahli berasal dari luar negeri.
Pihaknya juga menyiapkan plastik hingga sepanjang satu kilometer untuk menutup bagian stupa candi yang telah dibersihkan supaya tidak diterpa hujan abu yang kemungkinan masih terjadi terkait dengan fase letusan Merapi.
Setelah terjadi letusan pertama Merapi 26 Oktober 2010, katanya, petugas BKPB telah berupaya membersihkan abu vulkanik hasil semburan awan panas gunung api di perbatasan antara Jateng dengan Daerah Istimewa Yogyakarta itu.
Tetapi, katanya, letusan lanjutan Merapi terus terjadi dan terbesar pada 4 November 2010, sehingga penanganan abu vulkanik di Candi Borobudur butuh cara yang berbeda dengan pertama. Pembersihan abu, lanjutnya, secara bertahap dan dilakukan hingga sistem saluran air di bawah lantai candi tersebut, dan sumur resapannya.
Marsis mengatakan, para ahli purbakala berbagai negara telah mendiskusikan kondisi Candi Borobudur yang kini tertutup abu vulkanik Merapi itu. Hingga saat ini, katanya, cukup banyak relawan yang menyatakan diri siap membantu membersihkan candi dari abu Merapi. "Kalau memang keterlibatan mereka pada akhirnya diperlukan, kami harus mengorganisir terlebih dahulu secara baik," ucapnya menambahkan.
Ia mengaku sudah mendapat kontak dari berbagai pihak, terkait keinginan para ahli purbakala berasal dari sejumlah negara yang ingin terlibat sebagai relawan dalam pembersihan candi dari abu vulkanik Merapi. "Candi Borobudur ini sudah menjadi diskusi para ahli di luar negeri seperti Australia, Jepang, dan Belanda, tetapi hingga saat ini Indonesia masih bisa menangani," katanya menegaskan.