REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--suatu ketika bisa jadi Anda pernah mengalami konstipasi atau sembelit. Jika itu terjadi, apa yang Anda lakukan? Minum obat pencahar? Minum ramuan tradisional seperti air daun jambu biji? Mungkin Anda masih bingung bagaimana cara mengatasinya. Tak perlu khawatir, berikut ini solusi tepat mengatasi konstipasi.
Menurut Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI), dr Chudahman Manan, SpPD-KGEH konstipasi merupakan gejala defekasi (BAB) yang tidak memuaskan, yang ditandai dengan buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu atau kesulitan dalam evakuasi feses akibat feses yang keras.
Penyakit ini ditandai dengan mengejan, feses yang keras, perasaan tidak lampias saat BAB, perasaan adanya hambatan pada dubur, evakuasi feses secara manual, dan BAB kurang dari tiga kali per minggu. "Konstipasi bisa menjadi kronik apabila ditemukan dua gejala atau lebih dari enam gejala dalam waktu sekurang-kurangnya 12 minggu," jelas Chudahman. Gejala lain yang harus diwas padai, yang disebut juga sebagai alarm sign, adalah adanya penurunan berat badan secara drastis, perubahan pola defekasi, pendarahan melalui anus, serta sering menderita kram perut.
"Gangguan seperti ini banyak terjadi pada masyarakat tapi tidak dipermasalahkan," kata pria yang juga menjabat sebagai Kepala Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM ini. Angka kejadian Chudahman mengungkapkan, konstipasi merupakan masalah yang sering dikeluhkan, khususnya di negara-negara Barat. Misalnya di Amerika, angka kejadian konstipasi sebesar 2-27 persen dengan jumlah kunjungan ke dokter sekitar 2,5 juta setiap tahunnya. Dan, hampir 100 ribu pasien memerlukan perawatan setiap tahunnya.
Sedangkan data dari RSCM selama kurun waktu 1998-2005, dari 2.397 pemeriksaan kolonoskopi, 216 di antaranya atau sekitar sembilan persen terindikasi mengalami konstipasi atau sembelit dan lebih banyak dialami oleh wanita dengan angka perbandingan 4:1. Siapa saja yang berisiko? Menurut Chudahman, lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, lebih sering terjadi pada orang yang aktivitas fisiknya kurang, dan orang yang asupan makanan dan minuman yang kurang, atau orang yang diet rendah serat. "Konstipasi juga bisa diakibatkan oleh obat-obatan yang menimbulkan konstipasi, bisa juga karena depresi," ujar Chudahman.
Konstipasi bisa dibagi menjadi dua macam. Yakni, primer dan sekunder. Disebut primer karena merupakan konstipasi fungsional dan atau idiopatik, biasanya tak diketahui penyebabnya. Yang disebut sekunder atau konstipasi organik adalah konstipasi yang disebabkan oleh suatu penyakit/kondisi lain, misalnya diabetes melitus, hipotiroid, ansietas, depresi dan penyakit lainnya. Pengobatan Jika sudah ditemukan tanda konstipasi bisa dilakukan terapi non-farmakologi (modifikasi gaya hidup) maupun terapi farmakologi.
Terapi non-farmakologi, ujar Chudahman, dilakukan dengan meningkatkan aktivitas fisik, menghindari obat obatan yang dapat menye babkan konstipasi, meningkatkan kon sumsi serat dan minum yang cukup, serta mengatur kebiasaan BAB, seperti mengindari mengejan dan membiasakan BAB setelah makan atau waktu yang dianggap sesuai. Sedangkan terapi farmakologis dilaksanakan dengan melunakkan feses, meningkatkan peristaltik atau gerakan usus dengan pencahar osmotik (laktulosa) dan pencahar stimulan (bisacodyl dan sodiumpicosulphate).
Group Medical Affairs Manager, PT Boehringer Ingelheim Indonesia, dr Suria Nataatmadja, menjelaskan dalam studi yang dilakukan di United Kingdom pada tahun 2010 oleh salah satu ahli di bidang Gastroentrologi dunia, yaitu Prof Stefan Muller-Lissner dari Berlin, Jerman, menyebutkan bahwa penggunaan laksatif dengan bahan bisacodyl terbukti aman.
"Pasien-pasien yang mengoonsumsi bisacodyl sebanyak 10 miligram sekali minum terbukti mengalami perbaikan dalam kualitas hidupnya. Penelitian ini telah dipublikasikan melalui Digestive Disease Week 2010 di New Orleans, Amerika Serikat," kata Suria. Sementara untuk konstipasi organik atau sekunder, Chudahman menjelaskan, penanganannya bisa dilakukan dengan mengatasi penyakit yang mendasarinya terlebih dahulu juga atasi konstipasinya.
"Jika tidak ditanggulangi sesegera mungkin konstipasi dapat menyebabkan konstipasi kronik kemudian obstipasi yang bisa menjadi kanker usus dan akan berakibat sangat fatal. Jika tidak ditangani secara serius dapat juga menyebabkan kematian," tegasnya.