Kamis 20 Aug 2015 05:40 WIB

Begini Dampak Penerbangan Haji dan Umrah Pada Kesehatan Jamaah

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Calon jamaah haji Maktour mengikuti pemeriksaan kesehatan di RS MMC, Jakarta, Ahad (9/8). Calon jamaah haji diberikan suntikan meningitis dan influensa. Vaksin ini wajib dilakukan bagi orang yang hendak berniat haji atau umroh. Karena semenjak 2002 Pemerin
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Calon jamaah haji Maktour mengikuti pemeriksaan kesehatan di RS MMC, Jakarta, Ahad (9/8). Calon jamaah haji diberikan suntikan meningitis dan influensa. Vaksin ini wajib dilakukan bagi orang yang hendak berniat haji atau umroh. Karena semenjak 2002 Pemerin

REPUBLIKA.CO.ID, Penerbangan haji akan terasa nyaman dan tidak menjadi masalah bagi mereka yang sering berpergian dengan pesawat terbang. Tapi, bagi mereka yang belum pernah naik pesawat terbang atau bahkan kereta api sekalipun, penerbangan haji yang berlangsung sekitar delapan hingga 10 jam dari Tanah Air hingga Arab Saudi dapat menimbulkan beberapa kesulitan atau perasaan tidak nyaman terutama pada jamaah haji Indonesia yang sebagian besar termasuk usia lanjut.

Dalam buku Padoman Hidrasi Saat Haji dan Umroh yang baru saja diluncurkan disebutkan bahwa selama dalam penerbangan, udara di dalam kabin penumpang ternyata lebih kering. Kondisi udara didalam kabin bertekanan pada (tempat penumpang berada), setara dengan kondisi udara ketinggian 5.000 hingga 8.000 kaki, kelembaban atau humiditasnya adalah 40 sampai 50 persen.

Kelembaban yang rendah atau udara kering akan memudahkan penguapan dari keringat melalui pori-pori tubuh. Sehingga tanpa disadari ternyata tubuh telah kehilangan banyak cairan tubuh. Hal ini akan lebih berbahaya bila terjadi pada usia lanjut.

Buku yang ditulis oleh dr Imran Agus Nurali, SpKO dkk menjelaskan bahwa udara dingin atau sejuk selama penerbangan sekitar delapan hingga 10 jam akan merangsang otak mengeluarkan hormon yang meningkatkan produksi air seni (urin). Hal ini akan menyebabkan kandung kemih cepat penuh yang merangsang pengeluaran urin sehingga ingin berkali-kali ke kamar kecil atau toilet. Apalagi jika tidak diimbangi dengan minum secukupnya maka akan terjadi dehidrasi.

Pada saat naik ke ketinggian tinggi, akan didapatkan tekanan parsial oksigen menurun, kelembaban udara menurun, dan suhu udara menurun. Dalam upaya unuk melawan penurunan saturasi oksigen dalam darah, laju ventilasi meningkat. Peningkatan ventilasi akan menyebabkan kehilangan air. Rata-rata 1,2 hingga 1,5 liter bisa hilang per hari, tergantung pada istirahat dan peningkatan ventilasi yang berhubungan dengan aktivitas. Dalam kasus ekstrim, sebanyak tujuh liter per hari dapat hilang karena paparan altitude yang tinggi.

Selain itu, diuresis terjadi karena perubahan tekanan atmosfer.Ketinggian diuresis terkait menyebabkan kenaikan hemokonsentrasi peredarah darah dalam upaya untuk melawan tekanan parsial penurunan oksigen.

Walaupun demikian kondisi ini tidak terjadi secara ekstrim, mengingat pada pesawat terbang era modern sekarang yang canggih, cabin altitude sudah disesuaikan mendekati ketinggian permukaan seperti di bumi, sehingga masalah yang lebih menonjol adalah kelembaban yang rendah, sementara penurunan tekanan parsial oksigen sangat minimal.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement