REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA BALI -- Peralatan dunia kedokteran saat ini semakin canggih dengan adanya radioterapi yang dapat mengurangi keluhan pasien yang menjalani kemoterapi. Hal itu diungkapkan President Federation of Asian Organizations for Radiation Oncology (FARO) Prof Dr Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo.
"Peralatan kedokteran berunsur nuklir berupa radioterapi itu dapat mengurangi keluhan pasien saat menjalani kemoterapi dan kecanggihan alat tersebut dapat menyasar pada target pemulihan yang ditentukan," katanya dalam pertemuan para ahli Onkologi Radiasi Asia ke-3 di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/9).
Ia mengatakan peralatan radioterapi saat ini sudah berkembang di negara-negara eropa, termasuk juga di Asia. Oleh karena itu perkembangan peralatan kedokteran tersebut hendaknya bisa dimanfaatkan secara maksimal dalam upaya menolong penderita kanker.
"Kerja dari peralatan ini cukup canggih, karena sistemnya seperti menggunakan scanner berputar, dan dapat mendeteksi dengan sinar sesuai dengan target sasaran," ujar Soehartati yang juga Ketua Program Penanggulangan Kanker Nasional.
Ia mengatakan dengan peralatan teknologi yang canggih tersebut, sehingga mampu melakukan radioterapi sampai di tempat yang sangat sulit, dan tidak sampai merusak sel-sel yang lain. "Walau peralatan kedokteran itu menggunakan sistem radioterapi yang berunsur nuklir, namun pengawasan juga tetap dilakukan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (Bapetan) dan Kementerian kesehatan," ujarnya.
Soehartati juga menjelaskan untuk kemoterapi bagi penderita kanker yang menggunakan peralatan kedokteran radioterapi canggih di Indonesia baru ada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Ditanya peserta kegiatan pertemuan FARO di Nusa Dua yang digelar selama dua hari (7-8/9), kata Soehartati, diikuti peserta yang sudah bergabung di organisasi sebanyak 12 negara disamping juga negara peserta lainnya. "Dalam pertemuan tersebut yang akan mempresentasikan makalahnya dari perwakilan 27 negara dengan jumlah peserta sekitar 600 orang," katanya.