REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Riset terbaru di Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa kondisi kesehatan jantung seseorang akan semakin memburuk seiring dengan semakin banyaknya konsumsi makanan cepat saji. Padahal, hasil riset itu menemukan juga bahwa 55 persen warga Negeri Paman Sam itu mengonsumsi makanan cepat saji untuk kebutuhan kalori harian mereka.
Riset itu dipelopori oleh Dr Zefeng Zhang, seorang ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Riset tersebut dibuat Zhang dengan meneliti data 13.500 orang dewasa yang merepresentasikan warga AS secara keseluruhan.
Data dikumpulkan mulai 2011-2016. Para responden diminta untuk menyebutkan semua jenis makanan yang dimakan dari hari ke hari. Responden juga ditanyakan perihal indikator kesehatan lainnya, seperti tekanan darah, kolesterol, gula darah, termasuk soal gaya hidup, seperti merokok, diet sehat, dan olahraga.
Hasilnya, kondisi kesehatan responden yang 70 persen kebutuhan kalori hariannya didapat dari makanan cepat saji memiliki kesehatan jantung dan pembuluh darah lebih buruk dibandingkan mereka yang hanya 40 persen mengkonsumsi makanan cepat saji. Setiap peningkatan konsumsi makanan cepat saji sebesar lima persen akan semakin menurunkan kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Riset terbaru ini sebenarnya belum dipublikasikan secara terbuka lantaran akan dipresentasikan terlebih dahulu di pertemuan American Heart Association. Direktur kardiologi preventif di Rumah Sakit Jantung Bass Sandra Atlas di Northwell Health, New York, Dr Benjamin Hirsh menanggapi hasil penelitian tersebut. Ia mengatakan bahwa warga AS memang cenderung lupa memprioritaskan kesehatan saat memilih makanan.
"Studi ini menunjukkan bahwa semakin besar konsumsi makanan olahan, semakin besar hubungannya dengan metrik kesehatan jantung yang buruk, "kata Hirsh sebagaima dikutip dari laman Health 24, Jumat (15/11).