REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kanker, penyakit yang dulu lebih sering menyerang orang tua, kini mulai menimpa generasi muda. Yang terbaru dan menjadi sorotan yaitu seorang wanita berusia 24 tahun asal Amerika Serikat bernama Carly Barrett telah didiagnosis kanker usus besar stadium empat.
Menanggapi hal ini, dokter spesialis penyakit dalam dr Kasim Rasjidi menjelaskan bahwa gaya hidup merupakan salah satu faktor utama yang menempatkan generasi muda pada risiko kanker, termasuk kanker usus besar. Menurut dia, konsumsi makanan cepat saji hingga buah dan sayur berpestisida bisa sangat memengaruhi kesehatan anak muda.
“Kenapa sekarang kanker usus besar dijumpai pada usia muda, pola yang sama juga ditemukan pada penyakit lain seperti penyakit jantung koroner, diabetes, dan lainnya. Generasi yang lahir sebelum tahun 1960 baru kenal makanan cepat saji waktu mahasiswa atau sedikit sebelumnya. Waktu itu belum ada buah dan sayur impor berpestisida, sereal dan lainnya masih jarang dan sulit didapat,” kata dr Kasim saat dihubungi Republika.co.id, Senin (7/10/2024).
Dokter Kasim menyebutkan bahwa faktor risiko kanker usus besar terbagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat disiasati dan faktor yang tidak dapat diubah yaitu umur. Terkait umur memang tidak bisa diubah, namun faktor risiko dapat disiasati.
Faktor yang dapat disiasati adalah gaya hidup atau cara hidup di keseharian. Upayakan untuk menghindari konsumsi daging olahan, rendah serat, alkohol, hingga rokok yang sekarang semakin lumrah di kalangan muda. Minimnya aktivitas fisik dan diabetes juga memperburuk risiko anak muda terkena kanker usus besar.
“Tentang faktor keturunan yang oleh sebagian dianggap sebagai penyebab, menurut saya adalah bentuk pengalihan dari tidak dikehendaki berubah, karena itu adalah turunan kebiasaan dan belief system yang sebenarnya dapat diubah dengan kesadaran dan dukungan program komprehensif,” ujar dr Kasim.
Penyebab lain yang jarang dibahas adalah xenoestrogen. Penggagas Indonesia Sehat Selaras ini menjelaskan bahwa xenoestrogen adalah senyawa buatan dengan cara kerja mirip estrogen natural, bereaksi di sistem hormon alami tubuh, tapi efek negatifnya banyak. Ditemui pada buah dan sayur berpestisida, plastik, kimia di kosmetik seperti 4MBC di tabir surya, perawatan badan, juga estrogen sintetik sendiri dengan aneka penggunaannya.
“Ini sering kali luput dibahas. Padahal xenoestrogen ini sangat berpengaruh pada kesehatan kita secara menyeluruh, terutama karena senyawa ini ditemui di berbagai produk familiar seperti buah dan sayuran berpestisida hingga kosmetik,” kata dr Kasim.
Terkait gejala, dr Kasim menjelaskan beberapa gejala yang bisa mengarah pada kanker usus besar. Antara lain mengalami diare atau sembelit yang tak diketahui sebabnya, serta nyeri perut dengan berbagai intensitas.
“Selain itu kalau ada perdarahan maka akan kurang darah, efek sabotase konsumsi nutrisi oleh sel kanker menyebabkan penurunan berat badan yang bisa drastis,” kata dia.
Karena itulah, dia meminta generasi muda di Indonesia untuk tidak menyepelekan risiko kanker usus besar. Terlebih merujuk data di Indonesia, kanker di area ini merupakan jenis agresif urutan keempat sesudah kanker payudara, mulut rahim dan paru, diikuti kanker hati.
Dr Kasim mengatakan dengan memahami hal mendasar tentang kanker usus besar yang efek gaya hidup sangat besar pengaruhnya, maka wajar kalau pengobatan dan pencegahan yang selaras adalah dengan mengatur gaya hidup di keluarga. "Pemuliaan kesehatan dan kecerdasan bangsa perlu waktu dan keseriusan pendekatan komprehensif yang penuh dedikasi pada bangsa. Pembangunan berbagai pusat pengobatan bukan tidak penting, tapi itu sifatnya sementara dan bukan utama,” ujarnya.