REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Video mahasiswa dengan autisme yang menjadi korban perundungan menjadi viral. Orang pun bertanya, mengapa pelaku perundungan begitu tega terhadap temannya sendiri yang tergolong anak berkebutuhan khusus.
Menurut psikolog anak, Ine Indriani, pelaku perundungan dipengaruhi oleh banyak faktor. Setiap orang berbeda-beda. Utamanya karena empati si anak ini tidak jalan.
“Ini bisa jadi pertama karena pola asuh kurang baik. Misalnya anak ini korban bullying juga di rumah, dia sebaliknya mem-bully di luar rumah, atau dia mencontoh, karena orangtua merundungnya, dia juga begitu,” jelasnya.
Selain itu, bisa jadi karena anak yang melakukan perundungan mencari perhatian. Penyebab lainnya bisa karena anak minim pengajaran tentang kepekaan di rumah. Faktor lain juga pelaku perundungan melakukannya sebatas karena ikut-ikutan.
“Kalau dari kasus yang sedang marak, dalam video terlihat ada orang yang berdiri saja, melihat, tidak berlaku apa-apa. Namanya 'bystander', orang yang melihat perundungan, tidak bertindak apa-apa, dia akhirnya menjadi perundung pasif. Karena dia bisa jadi kalau saya membantunya, saya ikut kena atau tidak. Kalau saya menolong dia, apa yang terjadi sama saya, saya selamat atau tidak,” paparnya.
Atau bisa jadi karena dia tidak tahu harus bagaimana. Bahkan ada juga mereka yang tampak bersorak-sorai, yang seperti ini bisa jadi dia menikmati. Ine mengatakan, kalau hanya tertawa-tawa saja dan menikmatinya itu termasuk 'bystander'.
Bystander effect adalah sebuah fenomena sosial di mana semakin banyaknya saksi atau “penonton” dari sebuah kejadian darurat membuat orang-orang memilih untuk mengabaikan atau tidak menolong korban dari situasi darurat itu.