Senin 05 Mar 2018 07:01 WIB

Maret Curah Hujan Turun, BMKG: Tetap Waspada Bencana

Pada awal Maret ini, sebagian besar daerah di Jabar mengalami curah hujan menengah.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi hujan.
Foto: AP
Ilustrasi hujan.

REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA  -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, memperkirakan curah hujan pada bulan ini menurun dibandingkan Februari lalu. Meski demikian, puncak musim hujan masih berlanjut pada Maret ini sehingga masyarakat tetap harus mewaspadai bencana. 

“Prakiraan curah hujan pada Maret memang menurun dibandingkan dengan Februari, tetapi (curah hujan) pada bulan ini masih masuk kategori menengah hingga tinggi,” kata Forecaster BMKG Stasiun Jatiwangi Ahmad Faa Izyn kepada Republika, akhir pekan lalu. 

Dia menerangkan, distribusi curah hujan dasarian III Februari 2018 (21-28 Februari 2018) menunjukkan sebagian besar daerah di Jabar mengalami curah hujan dengan kriteria menengah (50-150 mm) hingga tinggi (151 300 mm). Curah hujan sangat tinggi (> 301 mm) terjadi di wilayah Majalengka selatan, bagian barat dan selatan Kuningan, bagian utara Ciamis, dan bagian tengah Tasikmalaya. 

Peta Prakiraan Hujan Dasarian I Maret 2018 menyebutkan, sebagian besar daerah di Jabar mengalami curah hujan pada kriteria menengah (50-150 mm). Selain itu, kriteria hujan tinggi (150-200 mm) diprakirakan terjadi di sebagian kecil wilayah bagian timur Bandung, bagian selatan Sumedang, bagian utara Tasikmalaya, bagian utara Garut, baian utara Ciamis, bagian selatan Majalengka, bagian barat Kuningan. 

Berdasarkan peta tersebut, dia mengatakan, puncak musim hujan yang berlangsung sejak Februari masih berlanjut hingga Maret 2018. Karena itu, dia menyatakan, kewaspadaan terhadap bencana harus tetap dilakukan pada bulan ini.

Sementara itu, data dari Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, yang diperoleh Humas Setda Kabupaten Kuningan, ada 28 kecamatan di Kabupaten Kuningan yang berpotensi terjadi gerakan tanah pada Maret 2018. Potensi gerakan tanah di daerah-daerah itu menengah hingga tinggi. 

Yakni Kecamatan Ciawi Gebang, Cibeureum, Cibingbin, Cidahu, Ciganda Mekar, Cigugur,Cilebak, Cilimus, Cimahi, Ciniru, Cipicung, Ciwaru, Darma, Garawangi,Jalaksana, Japara, Kadugede, Kalimanggis, Kramatmulya, Kuningan, Labakwangi, Lebakwangi, Luragung, Maleber, Mandirancan, Pancalang, Pasawahan dan Selajambe. 

Data dari BPBD Kabupaten Kuningan, sejak Rabu (21/2) hingga Sabtu (3/3) pukul 17.00 WIB, daerah yang terdampak bencana gerakan tanah dan tanah longsor  tersebar di sembilan desa di lima kecamatan. Sembilan desa itu, yakni Desa Margacina dan Jabranti, Kecamatan Karangkancana; Desa Pinara, Gunungmanik, Pamupukan dan Giriwaringin, Kecamatan Ciniru; Desa Cipakem, Kecamatan Maleber; Desa Situgede, Kecamatan Subang; Desa Cimara, Kecamatan Cibeureum.

“Ada 446 unitrumah warga yang terdampak bencana gerakan tanah dan longsor,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabupaten Kuningan Agus Mauludin.

Selain merusak rumah, Agus melanjutkan, bencana gerakan tanah dan longsor juga membuat akses jalandesa dan jalan utama tertimpa longsor dan putus terbawa longsoran sepanjangkurang lebih 16 kilometer. Tak hanya itu, ada pula sarana ibadah yang terkena dampak dari bencana, yakni empat unit rusak berat dan satu unit terancam. Fasilitas lainnya, yakni lima unit sarana pendidikan dan tiga unit posyandu rusak berat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement