REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), Eko Riyadi menilai pemerintah dan Polri telah gagal melindungi minoritas muslim di Papua.
Eko mengatakan ia tidak sepakat dengan pernyataan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang menyebut 12 orang anggota kelompok penyerang umat muslim sebagai pelanggar HAM. Menurutnya, justru pemerintah dan Polri lah yang melanggar HAM karena gagal melindungi minoritas muslim di Papua.
"Kalau mereka (12 orang yang tertembak) yang melakukan penyerangan itu pelaku tindak pidana. Dalam konteks ini, negara dan kepolisan yang melanggar HAM karena gagal melindungi minoritas muslim di sana," jelasnya pada Republika, Selasa (21/7).
Disebut melanggar HAM karena, kata Eko, secara normatif pihak yang memikul tanggung jawab terhadap hidup manusia adalah negara.
"Saya tegaskan bahwa pemerintah daerah, kepolisian, serta tentara, telah gagal melindungi minoritas muslim. Karena itu, mereka disebut melanggar HAM," katanya.
Sementara terkait penembakkan yang dilakukan kepolisian pada 12 orang di Tolikara, ia menyarankan agar dilakukan penyelidikan dulu. Dalam prosesnya, harus diketahui apakah polisi tersebut melanggar tahapan penggunaan senjata api atau tidak.
Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan bahwa pada kasus Tolikara, Papua pada Jumat (17/7), Polri terpaksa mengeluarkan tembakan karena tak mengindahkan peringatan petugas.
Ketika upaya negosiasi dilakukan, justru massa tersebut terus mendesak dan melakukan pelemparan. Upaya penembakan pun dilakukan untuk menegakkan hukum konstitusi.
"Maka dilakukan penembakan. Penembakan yang dilakukan aparat kepolisian itu wujud dari upaya negara untuk menjamin konstitusi harus tegak. Karena tidak boleh melanggar konstitusi. Jadi, kalau yang 12 itu korban tertembak, ya itu risiko karena dia melanggar konstitusi dan HAM," ujar Kapolri, dilansir Divisi Humas Polri.