REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan tidak mengatur soal pengajuan sengketa hasil pihak yang tidak setuju terhadap calon tunggal, ke dalam peraturan KPU (PKPU) khusus calon tunggal.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengungkapkan KPU menyerahkan sepenuhnya kepada MK mengenai peraturan tersebut.
"Mengenai perwakilan mereka (pihak tidak setuju) secara formal dalam proses sengketa hasil itu bukan otoritas kami, jadi kalau nanti MK menetapkan, ya kami akan ikuti," katanya.
Hadar mengatakan PKPU yang rencananya akan ditetapkan pada Senin (19/10) tersebut, mengalami beberapa perubahan khususnya bagian ketentuan umum dan mekanisme kampanye dengan debat.
Namun, perubahan tidak mengakomodir permintaan beberapa pihak yang mendorong KPU memberi ruang bagi perwakilan pihak "tidak setuju" untuk berkampanye, maupun pihak tersebut untuk mengajukan sengketa hasil. Hadar mengatakan hal itu tidak bisa diakomodir KPU mengingat tidak diatur dalam Undang-undang
"Kami sulit untuk memberikan ruangnya, karena pengaturan itu seharusnya di level UU. Jika kami masukkam akan bertentangan dengan UU," ujar Hadar.
Sementara di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan Perludem telah beraudiensi dengan MK terkait pihak berhak yang mengajukan permohonan ke MK, sebagai representasi dari pihak yang "tidak setuju" dengan calon kepala daerah di calon tunggal.
Dalam audiensi tersebut kata Titi, Perludem yang juga tergabung di dalam Koalisi Kawal Pilkada meminta MK untuk mempertimbangkan masukan terkait proses sengketa calon tunggal.
"Kami meminta, agar MK emberikan hak gugat terhadap warga negara (citizen lawsuit) untuk menjadi pemohon dalam sengketa pilkada di daerah dengan calon tunggal," ujarnya menjelaskan.
Titi melanjutkan, hal tersebut didasarkan bahwa setiap pemilih mempunyai hak untuk menggugat penetapan sengketa hasil pilkada yang dilakukan oleh KPU, yang memenangkan pilihan setuju.
Selain itu juga, audiensi tersebut diminta agar ada ruang kepada sekelompok orang untuk mendaftaran diri ke KPU, sebagai pihak yang memgkampanyekan pilihan tidak setuju dalam pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal.
Sehingga dengan pendekatan tersebut, sekelompok orang dengan sikapnya dari awal, bisa memliki legal standing dalam permohonan sengketa pilkada di MK, khusus untuk daerah dengan calon tunggal.
"Mendengar penyampaian koalisi tersebut MK memberikan respon, MK menjamin proses judicial election untuk daerah yang pilkada dengan calon tunggal, akan ada pemohon yang mewakili kepentingan pilihan tidak setuju bagi daerah yang pilkada dengan calon tunggal," ujar Titi.
Menurutnya, MK sendiri menargetkan akan menyelesaikan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) khusus untuk daerah calon tunggal dalam pekan ini.
"Sehingga, dalam pekan depan, PMK tersebut sudah dapat disosialisasikan kepada peserta pilkada, parpol, dan penyelenggara pemilihan," ungkapnya.