REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyarankan sembilan pemohon mencabut permohonan pengujian pengujian Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Berhubung UU Pilkada ini sudah digasak (dicabut) oleh Perppu (Peraturan Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2014), maka obyeknya hangus atau hilang," kata ketua majelis hakim Arief Hidayat saat sidang perdana pengujian UU Pilkada di Jakarta, Senin.
Menurut wakil ketua MK ini, sebenarnya ada dua pilihan yang dapat diambil oleh para pemohon pengujian UU Pilkada ini, mencabut kembali permohonan atau diteruskan dengan konsekuensi obyek permohonan sudah tidak ada.
Anggota Majelis Panel Muhammad Alim menambahkan bahwa dengan adanya Perppu nomor 1 tahun 2014 maka UU Pilkada dicabut dan dinyatakan tidak sah sehingga permohonan para pemohon tidak ada obyeknya lagi.
Kesembilan pemohon itu adalah Imparsial bersama dengan tiga LSM dan enam perorangan, OC Kaligis, 13 pemohon perorangan, Andi Asrun yang mewakili buruh harian dan lembaga survei, dua pemohon perorangan (Budhi Sarwono dan Boyamin Saiman), Pemohon Andi Gani Nenavea, Pemohon Budhi Sutardjo dkk (Laskar Dewa Ruci), Organisasi Buruh dan Pemohon Mohammad Mova Al Afghani dkk.
Menanggapi saran majelis hakim, ada beberapa pemohon langsung mencabut permohonannya, namun ada juga pemohon yang tetap bertahan.
"Kami mengajukan permohonan sesuai dengan fakta, karena ada perppu yang mencabut UU, maka secara resmi kami mencabut permohonan kami," kata Andi Asrun.
Hal yang sama juga Kuasa Hukum Pemohon Laskar Dewa Ruci, Sirra Prayuna yang juga menyatakan mencabut gugatannya.
"Karena MK tidak berwenang mengadili UU yang sudah dibatalkan, kami dari perkara 103 menyatakan mencabut," kata Sirra.