Kamis 18 Feb 2016 18:23 WIB

SBY Diminta tak Berlebihan

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Angga Indrawan
Peniliti Senior LIPI, Siti Zuhro
Foto: Mgrol52
Peniliti Senior LIPI, Siti Zuhro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti politik LIPI Siti Zuhro menilai, SBY jangan terlalu reaktif dan berlebihan menanggapi kritikan pemerintah Jokowi terhadap kepemimpinannya. Menurutnya, kalaupun ada yang kurang harus dilengkapi, dan kalau ada yang salah harus segera dibenahi.

"SBY proporsional saja menanggapi itu. Karena mengurus negeri ini dan menyelesaikan isu-isu krusial tidak cukup dua periode," kata Zuhro, saat dihubungi, Kamis (18/2).

Zuhro menjelaskan, pemerintahan baru harus melakukan koreksi kalau memang dinilai keliru, namun tidak lantas harus dimaknai sebagai sikap menyalahkan. Ia mengungkapkan, secara luas masyarakat tidak melihat atau mendengar tentang upaya pengkambinghitaman itu. Menurutnya, setiap rezim punya legacy/warisan apakah itu positif atau negatif.

Demikian juga dengan rezim-rezim sebelumnya seperti Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati dan SBY. Semua mantan Presiden, kata dia, akan dinilai, dievaluasi dan dikritisi tak terkecuali SBY.

"Itulah risiko menjadi pejabat publik. Kalau berhasil dielu-elukan sebaliknya kalau gagal dikritisi," ujarnya.

(Baca: Darmin: Saya tidak Kritik Pemerintahan SBY)

Politikus Partai Demokrat, Umar Arsal meminta kepada para pembantu Presiden Jokowi terutama kepada Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution agar tidak mengkambinghitamkan pemerintah sebelumnya yang dipimpin SBY.

Menurut anggota Komisi V asal dapil Sulawesi Tenggara menyebutkan, apa yang dilakukan SBY selama 10 tahun memimpin bangsa berjalan dengan sempurna, terutama di bidang eknomi. "Saya tidak mengerti apa maksud Pak Darmin yang menyalahkan Pak SBY saat memimpin bangsa. Dan kita tahu Pak Darmin pernah sama-sama dipemerintah saat itu," kata Umar.

(Baca: SBY Merasa Dikambinghitamkan Pemerintah, Ini Penjelasan PDIP)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement