Rabu 30 Apr 2014 16:17 WIB

Ketika Kekerasan Seksual Telanjur Terjadi Pada Anak (2-Habis)

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Indira Rezkisari
Orang tua yang anaknya menjadi korban kekerasan seksual diimbau melakukan pendekatan khusus untuk merehabilitasi anak.
Foto: speakofchange.org
Orang tua yang anaknya menjadi korban kekerasan seksual diimbau melakukan pendekatan khusus untuk merehabilitasi anak.

REPUBLIKA.CO.ID, Direktur Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati Elly Risman Musa merasa prihatin terhadap kasus kekerasan seksual anak yang baru-baru ini terjadi di sekolah bertaraf internasional. Ia pun mengkritisi pengawasan sekolah mengapa hal tersebut bisa terjadi.

“Guru harusnya memperhatikan jika ada siswa yang cukup lama berada di toilet, ini ada apa,” ujarnya.

Pelaku kekerasan terhadap anak (pedofil) adalah penikmat pornografi. Elly menyebut kerusakan otak penikmat pornografi sama seperti seorang pengemudi yang mengendarai mobil dengan kencang, kemudian menabrak dan mengalami benturan dekat kepala. Para penikmat pornografi membutuhkan penanganan serius.

“Kalau orang itu berteman dengan pornografi, butuh 12 sesi penyembuhan. Kalau sudah mengenal masturbasi maka butuh waktu lebih lama lagi. Jika sudah masuk ke ranah seks maka perlu waktu sampai tiga tahun penyembuhan,” kata perempuan yang juga berprofesi sebagai psikolog anak ini.

Menurutnya, pedofil adalah penikmat pornografi yang sudah masuk taraf luar biasa. Pasalnya, telah timbul “kengerian” dalam hati mereka jika melihat anak-anak.

Elly merasa prihatin belum ada pusat- pusat pemulihan kecanduan pornografi untuk mencegah perilaku penyimpang di Indonesia. Begitu juga dengan kasus kejahatan seksual harus dikaji dan diteliti perilaku tipe-tipe kepribadian pelaku.

Elly mengatakan kasus kekerasan seksual pada anak marak terjadi. Berdasarkan data-data yang dimiliknya, kasus kekerasan anak di sekolah telah terjadi di 12 provinsi di Indonesia. Pelakunya pun bermacam-macam, di antaranya kepala sekolah, guru, teman sekelas, hingga petugas kebersihan.

Ia mengatakan orang tua korban kekerasan seksual harus memberikan perhatian lebih besar dari biasanya kepada si anak, misalnya dengan memberi pelukan. Bukan hanya pelukan badan, melainkan pelukan bagi jiwanya.

Elly menyarankan orang tua korban untuk sementara tidak menanyakan perihal yang berkaitan dengan peristiwa naas tersebut.

Untuk membantu pemulihan kondisi psikologis anak, orang tua dapat memberikan sugesti positif saat anak berada dalam keadaan setengah sadar. Saat malam mau tidur, orang tua dapat mengatakan di telinga anak bahwa “Kamu baik-baik saja, kamu kuat, ayah dan ibu akan menjaga kamu”.

Kalimat-kalimat positif lainnya juga akan menenteramkan anak. Selain itu, ajak anak bermain, terutama permainan yang tidak ada kaitannya dengan kasus yang dialaminya. Terapi lain yang harus digunakan orang tua adalah menggandeng tenaga profesional.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement