REPUBLIKA.CO.ID, Keberadaan muhrim menjadi salah satu penentu bagi Muslimah dalam menjalin hubungan dan menampakkan auratnya. Haya binti Mubarok al-Barik dalam Ensiklopedi Wanita Muslimah, muhrim ini juga berebeda-beda satu sama lainnya, didasarkan pada hubungan pribadi secara manusia perempuan dengan muhrimnya itu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, muhrim mempunyai beberapa arti. Muhrim dapat berarti orang yang masih ada hubungan dekat keluarga sehingga terlarang menikah dengannya. Makna lainnya, orang yang sedang mengerjakan ihram dan laki-laki yang dianggap dapat menjaga dan melindungi perempuan yang berhaji dan atau berumrah.
Lalu, siapakah yang menjadi muhrim perempuan? Ibrahim Muhammad al-Jamal melalui bukunya, Fikih Wanita menjelaskan siapa saja yang merupakan muhrim itu. Ia menguraikannya melalui surah an-Nur ayat 31.
Ayat tersebut menyebutkan, janganlah perempuan menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka dan putra suaminya, dan saudara mereka atau putra saudara laki-laki mereka. Juga putra-putra saudara perempuan mereka atau perempuan Islam.
Selain itu, budak-budak yang mereka miliki atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap perempuan atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Menurut al-Jamal, suami merupakan muhrim. Suami boleh melihat apa saja dari istrinya. Muhrim lainnya adalah ayah.
Menurut dia, maksudnya di sini adalah ayah, atau ayah dari ayah dan seterusnya. Termasuk kakek atau ayah kakek. Selain itu adalah ayah dari suami termasuk kakek-kakeknya. Dalam hal aurat, ia menganjurkan agar perempuan tetap menjaga kesopanan agar tak menimbulkan hal yang tak diinginkan.
Anak sendiri juga merupakan muhrim perempuan, juga di dalamnya adalah cucu baik yang lahir dari anak laki-laki maupun perempuan. Anak suami, yang artinya anak laki-laki suami yang lahir dari istri yang lain merupakan muhrim pula. Yang lainnya adalah saudara laki-laki baik saudara kandung seyah dan seibu, saudara seayah atau seibu.
Status muhrim disematkan pada anak dari saudara laki-laki maupun perempuan. Pun anak-anak yang belum mengerti mengenai aurat perempuan. “Tegasnya anak yang belum meningkat remaja,” jelas al-Jamal. Saudara laki-laki sesusuan masuk dalam kelompok muhrim.
Sebab, saudara laki-laki ini tak boleh menikah dengan saudara perempuannya yang sesusuan. Al-Jamal mengatakan, paman baik dari pihak ayah maupun ibu adalah muhrim perempuan. Secara syariat, mereka tak boleh menikahi kemenakannya. Maka, kata dia, tak ada salahnya menampakkan perhiasan di hadapan mereka.