Senin 02 Sep 2013 12:37 WIB

Perlukah Menjadi Ibu Super?

Ibu dan wanita karier/ilustrasi
Foto: straighterline.com
Ibu dan wanita karier/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi supermom, kata psikolog Dra Clara Istiwidarum Kriswanto MA CPBC, terkadang sesuatu yang tak bisa terelakkan. Sebab, keadaan begitu mendesak sehingga seluruh masalah rumah tangga harus ditangani sendiri. Ada juga, yang memang kesengajaan dari si wanita sendiri karena tidak percaya dengan pekerjaan orang lain. Untuk menangani semua urusan keluarga, ungkap psikolog dari biro konsultasi psikologi dan pendidikan Jagadnita ini, waktu 24 jam terasa tak cukup. ''Tangan yang hanya dua ini tidak bisa menyulap puluhan bahkan hingga ratusan pekerjaan yang silih berganti setiap hari,'' katanya.

Bisa dibayangkan, wanita sebagai seorang ibu harus mulai pagi-pagi untuk beres-beres tempat tidur, memandikan anak dan mengantar ke sekolah, memasak dan menyiapkan sarapan pagi. Belum lagi melayani suami, mempersiapkan pakaiannya untuk bekerja. Siang sedikit ibu harus menjemput anak, atau mencuci baju, membersihkan rumah, menyapu, mengepel, menangani pekerjaan di luar seperti membayar rekening listrik, telpon, PAM.

Apalagi dalam keadaan darurat. Ada anak yang sakit, ibu harus membawanya ke dokter, membelikan obat hingga menyuruh anak minum obat. Terlebih lagi apabila ada anggota keluarga yang sakit parah sehingga harus diopname di rumah sakit. Ibu harus mengurus si sakit tetapi urusan rumah tetap terus berjalan.

Bagi ibu yang mendedikasikan waktunya untuk rumah tangga, semua permasalahan itu, meski sulit, mungkin bisa diatasi. Namun, bayangkan seandainya ibu harus juga bekerja membantu nafkah keluarga. Dia harus juga menjaga hubungan dengan tetangga, teman sejawat, hingga bos di kantornya. Terlebih lagi bila berprofesi guru. Urusan bisa lebih kompleks saat di antara muridnya ada yang bermasalah.

Itu masih hanya mengatur keluarga dan lingkungan saja. Belum lagi masalah diri sendiri, mengurus penampilan dan kesehatan diri. ''Sehingga tuntutan menjadi wanita super sangat mutlak,'' tambahnya. Kehadiran pembantu cukup menolong. Tetapi, bagaimanapun juga pengendali kegiatan rumah tangga sehari-hari tetap di tangan ibu. Sayangnya, Clara menyebutkan, meski ibu sudah merasa sibuk tetap saja dianggap kurang oleh anak atau suami. Anak merasa kurang diperhatikan, suami rewel, memprotes 'istri jadi kurang menarik'.

Padahal tuntutan masa kini, wanita karier maupun ibu rumah tangga harus terus mengikuti zaman. Harus tetap nyambung dengan perkembangan berita, membaca koran, majalah, melihat televisi sebagai bekal pergaulan. Di sisi lain, wanita pun harus menjaga stamina dan penampilan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement