Jumat 06 May 2022 11:58 WIB

Guterres Desak Langsung Putin Akhiri Perang Ukraina

Guterres menilai perang tidak masuk akal dan menciptakan potensi bahaya global.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mendesak dunia untuk bersatu dan mengakhiri perang di Ukraina, Kamis (5/5/2022).
Foto: AP/Ukrainian Presidential Press Off
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mendesak dunia untuk bersatu dan mengakhiri perang di Ukraina, Kamis (5/5/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mendesak dunia untuk bersatu dan mengakhiri perang di Ukraina, Kamis (5/5/2022). Dia menyebut perang tersebut tidak masuk akal, kejam, dan tidak terbatas dalam potensi bahaya global.

Guterres mengatakan tidak berbasa-basi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa invasi negaranya pada 24 Februari di Ukraina merupakan pelanggaran terhadap integritas teritorial negara itu dan Piagam PBB. "Itu harus diakhiri demi rakyat Ukraina, Rusia, dan seluruh dunia," ujarnya.

Baca Juga

Dalam pertemuan dengan Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Guterres mengatakan fokus pada perlunya tindakan cepat untuk memastikan aliran makanan dan energi yang stabil di pasar terbuka. Dia menekankan bahwa solusi yang berarti untuk kerawanan pangan global membutuhkan reintegrasi produksi pertanian Ukraina dan produksi pangan serta pupuk Rusia dan Belarusia ke pasar dunia Rusia dan Ukraina bersama-sama memproduksi 30 persen pasokan gandum, 20 persen jagung, dan 75 persen minyak biji bunga matahari untuk dunia.

Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mengatakan, akan menyelamatkan nyawa setidaknya 50 warga sipil, mencegah 30-70 warga sipil terluka dan selusin menjadi cacat. "Yang paling penting, gencatan senjata akan menunjukkan bahwa kengerian di Ukraina dapat dihentikan," kata Bachelet.

Tindakan tersebut jika diambil memungkinkan beberapa ribu lainnya melarikan diri dari serangan Rusia. Namun, Bachelet mengatakan, pelanggaran berat hak asasi manusia dan hukum humaniter terus meningkat setiap hari. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, 6.731 kematian dan cedera warga sipil telah dicatat dan angka sebenarnya jauh lebih tinggi.

Dari akhir Februari selama sekitar lima minggu, menurut Bachelet, pasukan Rusia di daerah sekitar Kiev menargetkan seorang warga sipil yang mereka anggap mencurigakan, menahan, memukuli, mengeksekusi dengan cepat. Dalam beberapa kasus membawa mereka ke Belarusia dan Rusia.

Sedangkan di wilayah lain yang dikuasai Rusia termasuk wilayah Kharkiv, Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia dan Kherson, Bachelet mengatakan,  kantornya terus mendokumentasikan penahanan sewenang-wenang dan kemungkinan penghilangan paksa pejabat lokal, jurnalis, aktivis masyarakat sipil, pensiunan anggota angkatan bersenjata, dan kelompok bersenjata yang berafiliasi.

"Pada 4 Mei, kantor saya telah mendokumentasikan 180 kasus seperti itu, di mana lima korban akhirnya ditemukan tewas,” kata Bachelet.

Bachelet menyatakan stafnya juga telah mendengar tentang kasus perempuan yang diperkosa oleh angkatan bersenjata Rusia di daerah-daerah yang berada di bawah kendali. Tuduhan ini menambah daftar kekerasan seksual yang dilakukan oleh Rusia dan Ukraina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement