REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karya lain Ibnu Qutaybah yang begitu menjadi perhatian adalah Uyun al-Akhbar atau 'Berita-berita Pilihan'. Dalam buku ini ia memuat sejumlah naskah ceramah atau pidato.
Pada masa itu, di Baghdad, ceramah menjadi salah satu hal penting dan kemampuan yang perlu dimiliki oleh seorang cendekiawan. Biasanya, ceramah ini banyak dikuasai pula oleh para ulama sebagai sarana dalam mendakwahkan Islam.
Pada abad ke-7 dan ke-8, ceramah merupakan karya prosa yang indah dan dikenal dengan sebutan maqam. Para zahid atau kaum asketis, biasanya menyampaikannya di hadapan para khalifah dan raja-raja. Materi-materi itu terangkum dalam buku Ibnu Qutaybah.
Melalui Uyun al-Akhbar pula diketahui sejumlah penulis ceramah generasi awal. Di antaranya adalah teolog pertama bernama Ghaylan ibn Muslim al-Dimasyqi yang meninggal pada 724 Masehi. Lalu, ada Hasan Bahsri, dan muridnya yang bernama Amr ibn Ubayd yang meninggal pada 761 Masehi.
Ada pula seorang ahli fikih terkemuka dari Suriah bernama al-Awzai. Keberadaan buku ini juga mendapatkan sanjungan dari sejarawan ternama, Ibnu Khaldun. Ia mengatakan, ada sejumlah karya yang memuat prinsip dan pilar-pilar pemikiran budaya dan peradaban. Salah satunya adalah Uyun al-Akhbar.
Makdisi mengatakan, dalam Uyun al-Akhbar, Ibnu Qutaybah juga memuat konsep-konsep yang mencampurkan antara pemikiran religius dan duniawi. Dalam bagian pendahuluan disebutkan, meskipun tak secara khusus membicarakan tentang Alquran dan hadis, buku ini membahas persoalan penting.
Dalam buku ini, Ibnu Qutaybah menekankan pada pemeliharaan perilaku yang utama dan mulia. Menghindari perilaku yang tak terpuji, moral yang hina, melarang kejahatan dan menganjurkan perilaku baik, mengenalkan kerapian administrasi, dan menjaga lingkungan.
Bagi Ibnu Qutaybah, jalan menuju Tuhan tak hanya satu. Misalnya, hanya melalui pemahaman mengenai soal halal dan haram. Jalan menuju Tuhan, kata dia, sangat terbuka luas. Pandangan Ibnu Qutaybah ini dinilai terinspirasi dari pemikiran kaum rasionalis.
Ibnu Qutaybah mencoba melakukan pembelaan atas berkembangnya pemikiran rasional dalam kajian humaniora dan peradaban yang saat itu berkembang cukup pesat. Kondisi itu melahirkan pertentangan pemikiran dengan kelompok tradisionalis. Ia mencoba menjembataninya.
Ibnu Qutaybah sendiri merupakan seorang tradisionalis. Namun, melalui Uyun al-Akhbar, ia mencoba mengirimkan pesan kepada teman-teman tradisionalisnya agar tak bereaksi berlebihan terhadap kajian humaniora dan peradaban yang diwarnai pemikiran kaum rasionalis, Muktazilah.