REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fatimah Azzahra*
Harga BBM jenis premium direncanakan akan naik menjadi Rp 6.500 – Rp 7.000 per 1 Mei mendatang.
Dengan alasan situasi ekonomi dunia yang tidak menentu ditambah dengan kebutuhan pembangunan infrastruktur dalam negeri, maka perlu penurunan biaya subsidi (kemenperin.go.id).
Pembatasan subsidi BBM ini dilakukan dengan alasan agar subsidi tidak membengkak dan melebihi anggaran. Anggaran subsidi di APBN 2013 sebesar Rp 274,7 triliun. Dari jumlah ini, sebesar Rp 193,8 triliun dianggarkan untuk subsidi BBM.
Aksi penolakan terjadi pada berbagai kalangan masyarakat, mulai dari mahasiswa hingga buruh (okezone.com, 16/04/2013). Terlalu banyak penderitaan dan beban yang akan diterima oleh rakyat jika harga BBM dinaikkan. Kenaikan harga BBM dipastikan akan mengerek inflasi.
Kenaikan harga BBM ini akan diikuti dengan kenaikan biaya pada semua produk sehingga harga semua produk pun otomatis akan naik. Ongkos transportasi akan naik, walaupun rencananya angkutan umum tidak terkena kenaikan harga BBM. Ditambah lagi dengan harga kebutuhan lainnya yang ikut naik, termasuk harga bahan makanan. Daya beli masyarakat pun akan turun.
Pemerintah menerbitkan solusi dengan pemberian BLT kepada masyarakat yang dinilai tidak mampu. Solusi ini lebih dinilai berbau politis mengingat hal ini terjadi menjelang pemilu 2014.
Alasan pemerintah menaikkan harga BBM ini selalu berulang-ulang karena dianggap membebani APBN. Padahal, ada anggaran yang lebih membebani dibandingkan anggaran subsidi BBM, yaitu anggaran pembayaran bunga dan cicilan pokok hutang mencapai Rp 171,7 triliun; juga anggaran belanja birokrasi pemerintah yang mencapai Rp 400,3 triliun. Tapi, pemerintah tetap saja getol berhutang dan menambah anggaran untuk belanja birokrasi.
Telisik lebih jauh dari kebijakan ini, maka akan didapatkan bahwa terdapat pihak yang diuntungkan dari kebijakan ini, yaitu swasta dan asing. Kita lihat bersama, semakin hari semakin banyak SPBU swasta dan asing yang bertengger di pinggir jalan-jalan kota besar. Kenaikan harga BBM akan membuat SPBU asing yang kini masih sepi pembeli menjadi ramai pembeli karena harga BBM nya tidak berbeda jauh dengan SPBU Pertamina.
Apalagi SPBU asing lebih bergengsi dan memiliki pelayanan yang lebih dibandingkan SPBU Pertamina. Pemerintah Indonesia yang berhutang pada IMF terikat dengan beberapa kesepakatan, diantaranya menghapuskan subsidi di semua bidang, termasuk subsidi BBM. Tak heran jika pemerintah memutar lagu lama untuk menaikkan harga BBM dengan alasan yang sama selama subsidi masih ada.
Bantuan Langsung Tunai pun bukanlah solusi tepat untuk masalah ini, BLT yang tidak seberapa besar belum cukup untuk mengkompensasi beban yang diterima rakyat akibat kenaikan harga BBM ini. Apalagi BLT hanya diterima oleh sebagian orang saja, padahal semua rakyat yang merasakan dampak pahit kenaikan harga BBM ini. Pemerintah bisa menghemat belanja birokrasi, menghemat subsidi dengan memberikan alokasi gas untuk PLN.
Di sisi lain, seperti yang kita lihat, ingat, perhatikan bahwa Indonesia bukanlah negara yang miskin akan sumber daya alam. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, mulai dari kekayaan bawah tanah, bawah laut, hingga hasil tanaman. Bersandar pada pengaturan kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam, sumber daya alam merupakan milik umum, milik rakyat.
Maka, pemerintah tidak diharamkan untuk memberikannya kepada pihak swasta atau asing. Negara diwajibkan untuk mengelolanya dan hasilnya diserahkan kepada rakyat untuk kesejahteraan rakyat. Jika ini diterapkan, tidak aka nada lagi ‘lagu sumbang’ pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang membuat rakyat menderita, tidak sejahtera, dan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sayangnya, sistem ekonomi Islam ini tidak dapat diterapkan tanpa penerapan sistem politik islam, pendidikan islam, dan sistem islam lainnya secara keseluruhan. Karena satu sama lain saling berkaitan. Perekonomian disokong oleh pengeluaran kebijakan dalam perpolitikan, mind set perpolitikan tidak bisa lepas dari pendidikannya, dan seterusnya.
Dan penerapan ini tidaklah mungkin bisa tanpa naungan negara. Maka, untuk dapat mewujudkan kesejahteraan dan juga ridha Allah, Islam harus diterapkan secara sempurna dalam bingkai negara, Khilafah Islam.
Wallahu’alam bish shawab.
*Penulis adalah seorang Guru tinggal di Kota Bandung