Ahad 19 Jul 2015 18:38 WIB

Mudik Spiritual

Red: M Akbar
mudik spiritual (ilustrasi)
Foto: wordpress
mudik spiritual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mukhlis Yusuf* (@mukhlisyusuf)

Salah satu perjalanan kami sekeluarga Lebaran tahun ini adalah Bogor-Bandung. Perjalanan itu kami lakukan pada hari pertama Lebaran, selepas Jumatan.

Seperti biasa, kami merencanakan rute via tol Jagorawi lanjut JORR, Cikampek, dan Cipularang. Biasanya, rata-rata waktu tempuh 3 jam, termasuk rehat di rest area. Ternyata, kami terpaksa memilih rute lain. Mengapa? Saat menjelang Gunung Putri di tol Jagorawi, terlihat mobil-mobil di depan tak bergerak.

Kami baru ingat kejadian tahun lalu, pada jam yang sama terjadi kemacetan di Jagorawi hingga sepanjang tol dalam kota. Rupanya banyak yang menunda mudik seperti kami. Mereka memilih berlebaran bersama tetangga terlebih dahulu.

Kami duga, kemacetan akan berlanjut sampai tol Cikampek dan Cipularang. Setelah berunding sejenak dengan keluarga, kami pilih rute yang berbeda. Perjalanan akan tetap dilanjutkan, namun melalui Cileungsi, kemudian Jonggol.

Namun, baru saja keluar gerbang tol Gunung Putri, disambut macet panjang. Entah karena sedang ada perbaikan jalan atau memang padat kendaraan. Lantas, kami putuskan memutar kembali ke arah Bogor, ke Bandung melalui Puncak.

Menghindari kepadatan di Ciawi, kami ambil jalur Sentul-Rainbow Hills-Gadog. Alhamdulillah, lancar hingga Cibogo. Bahkan ada bonus pemandangan yang lumayan hijau di tengah kemarau sepanjang jalur Gunung Geulis. Kami sengaja berhenti dan  menikmatinya.

Perkiraan titik-titik kemacetan dan antrean merayap melalui jalur Puncak, seperti pertigaan Cipayung, Pasar Cisarua, dan Cipanas, terbukti. Berkat kesigapan petugas Polantas, semua terkendali dan aman. Sepanjang jalan, kami amati bagaimana warga menikmati berlebaran. Pemandangan yang tak akan kami temukan jika via jalur tol.

Saat makan siang Nasi Kapau di daerah Cipanas, kami mendapat pelayanan istimewa. Pengelola rumah makan menerima kami  masih dengan pakaian rapi, khas Lebaran. Perjalanan mudik kali ini, bukan perjalanan Bogor-Bandung semata. Sebuah pencerahan tergambar, tentang pilihan ikhtiar agar sampai pada tujuan dalam hidup kita.

Seperti Anda, saya pun telah menetapkan tujuan perjalanan. Rute bagaimana sampai pada tujuan telah ditetapkan sejak awal. Namun bisa saja berubah di tengah jalan bila kondisi tak memungkinkan. Kita bisa tetap melanjutkan rute yang sudah ditetapkan sebelumnya, atau mengubahnya. Semua mengandung resiko.

Dalam manajemen pengambilan keputusan, selalu ada kelebihan dan kekurangan. Semua pilihan kita kalkulasi kemungkinannya. Pun, kita bisa melakukan mitigasi atas sebuah resiko pengambilan keputusan. Kondisi pada rute perjalanan melalui jalur alternatif biasanya tak sama dengan rute umum.

Seperti Anda, saya pun jauh-jauh hari sebelumnya menyiapkan kondisi kendaraan agar fit. Termasuk menyiapkan segala keperluan perjalanan: persediaan air mineral, konsumsi, alat komunikasi, dan bekal perjalanan. Tak lupa menyiapkan fisik, menjaga kebugaran untuk siap berkendara.

Manajemen resiko perjalanan  sangat membantu. Apalagi bila rute yang harus ditempuh panjang. Misalnya, ke Sumatera, atau antarpulau antarprovinsi. Bagi sebagian dari kita yang menggunakan moda publik, persiapan biasanya lebih detail. Kita kan tak bisa menentukan sendiri kapan moda berhenti untuk keperluan pribadi di tengah jalan.

Jadi, disiplin manajemen kita gunakan dimana-mana. Kini kita masuki bulan Syawal. Bulan yang bermakna "peningkatan", secara harfiah. Bagian mana dari kehidupan kita yang perlu peningkatan agar sampai pada tujuan hidup yang sejati? Semua! Keseimbangan hidup dalam kesehatan, karier atau profesi, keharmonisan keluarga, sosial, dan aktivitas spiritual.

Apakah tahun ini kebugaran kita lebih baik dari sebelumnya? Apakah komunikasi dan hubungan dengan semua anggota keluarga lebih baik dari sebelumnya? Apakah karier atau profesi kita lebih baik atau membuat Anda lebih semangat menjalaninya?

Apakah teman dan sahabat Anda dalam kebaikan lebih banyak dari sebelumnya? Apakah aktivitas spiritual kita lebih mendekatkan diri kuta dengan Tuhan dibandingkan sebelumnya?

Saya teringat sebuah hadits,"Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dia tergolong orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, dia tergolong orang yang merugi. Dan, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, dia tergolong orang yang celaka” (HR Hakim).

Mudik lebaran ternyata juga bisa menjadi mudik spiritual. Nah, bagaimana menurut Anda?

*Pelatih Eksekusi Strategi pada Strategic Actions

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement