Kamis 27 Aug 2015 08:21 WIB

Rizal Ramli dan Tantangan Berat Kemaritiman (2-Habis)

Red: M Akbar
Rizal Ramli
Foto: antara
Rizal Ramli

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: William Henley (Pendiri Indosterling Capital)

Di sektor Energi dan Sumber Daya, Rizal juga kecewa berat dengan minimnya manfaat kekayaan sumber daya alam negeri ini bagi kesejahteraan rakyat. Rakyat pula yang kiranya menunggu torehan konkrit sang menteri. Memang, Kemenko Kemaritiman hanyalah "anak kemarin sore", baru terlahir pada pemerintahan Jokowi-JK. Namun perannya diharapkan signifikan.

Kemaritiman akan turut serta menjaga ketahanan pangan sehingga pada praktiknya tentu juga akan bersinergi dengan Kementerian Pertanian. Terutama jika itu berkaitan dengan pangan yang bersumber dari sektor maritim. Ketahanan pangan mutlak diperlukan saat ini dan dalam rangka merealisasikan asumsi dan target makro ekonomi 2016.

Dalam nota keuangan dibacakan Jokowi pekan kemarin, inflasi ditarget pada level 4,7 persen pada 2016. Pada saat yang sama, harga minyak dunia diasumsikan 60 dolar AS per barel atau lebih tinggi dari posisi saat ini di kisaran 45 dolar AS per barel. Secara tradisi, kenaikan harga minyak khususnya bahan bakar minyak (BBM) selalu diikuti kenaikan harga komoditi lainnya. Kenaikan harga komoditi itulah yang kelak menjadi pemantik lonjakan inflasi.

Kondisi itu hanya bisa dicegah jika pemerintah mampu menahan lonjakan harga kebutuhan pokok yaitu dengan ketahanan pangan. Inflasi di Indonesia memang selalu dimotori oleh pergerakan harga pangan.

Lingkup Tugas Luas

Menjaga ketahanan pangan hanya salah satu dari peran yang akan dimainkan Kemenko Kemaritiman di bawah besutan Rizal. Di luar itu lingkup tugas cukup berat dan luas harus dijalani.

Pengawasan dan pengelolaan kelautan yang sejauh ini belum tergarap secara optimal juga menjadi bagian penting. Di sektor itu masih terdapat silang kewenangan dan tanggung jawab beberapa instansi. Kemenko Kemaritiman diharapkan bisa membuatnya sinergi dan terintegrasi.

Belum lagi jika melihat masih maraknya berita pencurian ikan terutama penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal berbendera asing. Atau bahkan kapal asing berbendera merah putih. Namun mungkin juga sebaliknya.

Bersama Kementerian Perhubungan, Kemenko Kemaritiman juga mendapat Pekerjaan Rumah (PR) cukup berat agar menciptakan jalur distribusi barang yang efisien lewat jalur laut. Indonesia negara kepulauan maka sudah seharusnya mengoptimalkan jalur air sebagai jembatan perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain.

Efisiensi melalui jalur laut akan menciptakan efek turunan yang positif bagi perekonomian Indonesia. Beban di jalan raya juga akan jauh berkurang sehingga jalur darat kelak akan lebih fokus pada perpindahan manusia dan distribusi barang jarak pendek. Selain itu tentu saja, Indonesia dan perusahaan-perusahaan bergerak di dalamnya akan menjadi tuan rumah di perairan sendiri.

Sebelum terlambat dan banyak perusahaan perkapalan asing masuk ke Indonesia seiring berlangsungnya era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kementerian terkait bersama Kemenko Kemaritiman sudah semestinya bergegas. Rizal tentu punya "resep" untuk merealisasikan itu.

Kelak, Kemenko Kemaritiman juga bisa dirangkul Kementerian Perindustrian untuk membangun industri perkapalan yang sejauh ini belum banyak terdengar. Lebih sering mendengar perusahaan perkapalan Indonesia pesan armada baru dari negara lain.

Pun kelak Kemenko Kemaritiman bisa membangun industri di sekitar wilayah maritim. Dengan asumsi infrastruktur jalur laut sudah terbentuk, membangun manufaktur, apapun produknya, tentu akan menarik minat investor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement