Oleh: Ananda Puja Wandra
(Pengurus Depinas SOKSI Bidang Luar Negeri)
Kondisi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini memburuk. Indeks angka pertumbuhan ekonomi melemah. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengatakan pertumbuhan ekonomi dalam negeri tahun ini maksimalnya hanya bisa dicapai hingga angka lima persensaja. Angka ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan periode pemerintahan lalu.
Selain angka pertumbuhan ekonomi yang menjadi salah satu klaim tingkat kesejahteraan dan penghasilan masyarakat, morat-maritnya kondisi ekonomi dalam negeri juga diperparah dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Nilai tukar rupiah sudah mencapai angka Rp 14.463 per dolar. Kondisi ini mengakibatkan harga semua bahan pokok mengalami kenaikan dan daya beli masyarakat terus turun.
Keadaan yang tidak menguntungkan bagi masyarakat diperparah masuknya ribuan tenaga kerja asing, terutama dari Cina ke Indonesia. Kualitas SDM yang masih rendah, dan kondisi pengusaha dalam negeri yang belum memiliki daya saing memadai membuat kesusahan hidup pada masyarakat umum, terutama kaum buruh dan para pengusaha tingkat kecil dan mikro.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan mengklaim tenaga kerja asing paling banyak yang bekerja di Indonesia memang berasal Cina, yaitu sekitar 13 ribu orang dari total sekitar 54 ribu pekerja. ‘Serangan’ tenaga kerja asing di Indonesia merupakan salah satu dampak dari diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Selain itu perjanjian perdagangan bebas di kawasan Asia juga membuat banyak pengusaha dari negara-negara di Asia membuka usaha di Indonesia.
Diserbu Buruh Asing
Hal ini bertentangan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak berprofesi sebagai pekerja kasar. Tingkat pendidikan rendah, kemiskinan, dan minimnya lapangan kerja yang memadai membuat masyarakat berasal dari kalangan bawah pasrah memilih menjadi buruh. Tapi justru profesi yang banyak diandalkan sebagai tumpuan bertahan hidup itu malah terkesan diserahkan pemerintah secara pasrah kepada pekerja asing dari negeri seberang.
Pemerintah perlu mengatur regulasi profesi pekerja asing di tanah air, sehingga para pencari kerja yang merupakan penduduk lokal tidak merasa terasingkan di negeri sendiri. Data Tempo menyebutkan, di tiga proyek besar ini, Pembangunan PLTU Celukan Bawang, pabrik semen PT Cemindo Gemilang, dan smelter bauksit oleh PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, semuanya menggunakan tenaga kerja asing yang kebanyakan berasal dari Cina sebagai buruh atau pekerja kasarnya.
Data dari Kepala Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten Hudaya Latuconsina pun menyebutkan 25 ribu lebih tenaga kerja asing sudah masuk ke Banten pada 2015 ini. Provinsi Banten memang dikenal sebagai kawasan industri dan pabrik yang menyerap banyak tenaga kerja (buruh).
Pekerja di PLTU Celukan Bawang malah sempat menuai kehebohan beberapa waktu lalu di media sosial. Pada saat peresmian proyek listrik tersebut, dikabarkan pembukaannya menggunakan bahasa Mandarin, dan hampir di semua level pekerja diisi oleh pekerja dari Cina. Meskipun proyek tersebut memang berasal dari investor Cina, tapi sudah sepatutnya pekerja non-skill atau yang tidak membutuhkan keahlian khusus diserahkan pada masyarakat Indonesia. Kejadian di PLTU Celukan Bawang disinyalir sudah menyalahi peraturan yang berlaku merujuk pada Permen Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2015 yang memberi perbandingan rasio 1 orang tenaga kerja asing harus menyerap 10 orang tenaga kerja lokal.
Pemerintah Jokowi-JK Lalai
Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla terkesan lalai mengantisipasi dan melakukan pembiaran terhadap serbuan pekerja asing ke Indonesia. Kesan ini diperkuat dengan meningkatknya kualitas maupun kuantitas hubungan kerja sama pemerintah dengan negeri Cina. Presiden Joko Widodo juga terkesan mengingkari janjinya sendiri ketika dulu kampanye pilpres 2014 lalu.
Dulu Jokowi menggaungkan akan membuka ribuan lapangan kerja, tapi buktinya saat ini yang terjadi sebaliknya, ribuan pengangguran terus bertambah dengan maraknya PHK dari berbagai perusahaan. Lapangan dan kesempatan kerja baru yang dijanjikan justru diberikan pada para pekerja asing dengan dalih memperkokoh arus investasi di dalam negeri.
Seharusnya pemerintahan Kabinet Kerja membuat prioritas untuk para pencari kerja lokal dalam setiap lapangan kerja dengan kontrol yang ketat agar taraf hidup masyarakat bisa stabil jika tidak ingin kita sebut terpuruk. Menjamurnya pekerja asing sampai level pekerja non skill juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi buruknya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Langkah Preventif & Strategis
Saat ini pemerintah harus segera membuat langkah-langkah pencegahan agar pekerja asing yang masuk tersaring dengan baik dan tidak membuat pekerja lokal merasa terasingkan di negerinya sendiri. Pekerja asing yang ingin mengais rezeki di Indonesia harusnya mereka yang memiliki skill dan kemampuan-kemampuan khusus.
Jangan sampai lahan-lahan kerja non-skill juga diisi oleh tenaga kerja asing. Tenaga kerja lokal harus dilindungi dari persaingan yang tidak seimbang dengan pekerja asing. Kondisi yang saat ini terjadi justru akan semakin meningkatkan jumlah masyarakat miskin Indonesia. Pemerintah harus memiliki kebijakan yang memihak pekerja dalam negeri, bukan malah sebaliknya.
Selain itu, pemerintah Jokowi harus memberikan perhatian khusus dalam peningkatan kualitas tenaga kerja dalam negeri terutama di bidang pendidikan. Pendidikan harus dilakukan merata dengan kualitas yang sama di seluruh negeri. Saat ini data BPS menyebutkan, pekerja lulusan SD sekitar 45,19%, sedangkan tenaga kerja sarjana ke atas hanya 8,29%.
Bayangkan memang kenyataannya saat ini pekerja Indonesia pasti susah bersaing secara kualitas dengan tenaga kerja asing. Padahal APBN sudah dianggarkan sebesar 20 persen untuk pendidikan, tapi hingga sekarang kualitas sumber daya manusia kita masih saja berada di level bawah.
Logika dan fakta tentang negara yang berpenduduk banyak tidak terjadi di Indonesia. Hampir sebagian besar negara dengan penduduk banyak memiliki SDM yang mumpuni dalam pembangunan ekonomi, pertahanan, dan sektor umum lainnya, tapi di Indonesia hal itu belum terlihat sama sekali, utamanya pada periode pemerintahan kali ini.
Tenaga kerja asing juga harus menguasai bahasa Indonesia ketika bekerja di sini. Bahasa merupakan indentitas bangsa dan perlu dijaga. Kewajiban menguasai bahasa tempat bekerja diibaratkan pribahasa “Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” dan sebenarnya pekerja Indonesia yang merantau ke luar negeri pun akan dilatih berbahasa dan bahkan mengenal budaya setempat. Tenaga kerja dalam negeri harus diutamakan sehingga tidak tercipta rasa ter’asing’kan di negeri sendiri.