REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rudi Agung
Baru-baru ini publik digegerkan dengan pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang menyatakan, terdapat sekitar 6.000 wajib pajak yang menyimpan dananya di luar negeri. Pramono mengungkap, sesuai catatan Direktorat Jenderal Pajak, dana yang disimpan 6.000 WP itu tersebar di dua negara tetangga.
Itu disampaikan ke media usai rapat terbatas yang membahas langkah pencegahan dan pengawasan pencucian uang dan penggelapan pajak. Namun, Pramono tak menyebut negara mana yang menjadi tujuan pengemplang pajak tersebut.
Dilansir situs resmi Setkab, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengklaim telah mengantongi data mengenai negara, rekening, bank, dan nama-nama 6.000 orang Indonesia tersebut. Pola yang digunakan biasanya membentuk special purpose vehicle atau SPV yang ada di berbagai tempat di dunia.
Umumnya, SPV didirikan di negara-negara bebas pajak atau tax haven. Negara tax haven paling populer untuk Indonesia adalah British Virgin Islands. Pemilik rekening tidak pernah membayar pajak atas asetnya yang disimpan di luar negeri.
Modus pelarian modal ini telah bertahun-tahun. Mereka kerap menggunakan modus transfer pricing, nonrepatriasi dari penghasilan eskpor, penggunaan SPV, seperti ke negara BVI, yang kemudian diregistrasikan ke Singapura.
Meski Organization for Economic Cooperation and Development atau OCED telah mencabut Singapura dari daftar tax haven countries, faktanya Singapura tetap menjadi surga bagi wajib pajak nakal dari Indonesia.