REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Pizaro *
Kudeta terhadap pemerintahan sah Presiden, Turki Recep Tayyip Erdogan menyedot perhatian jagat media dan masyarakat dunia. Jagat mediapun diramaikan dengan dugaan keterlibatan kelompok Fathulleh Gülen yang menampik telah terlibat dalam kudeta itu. Ulama Turki yang kini tinggal di Pennsylvania itupun mengutuk cara-cara penggulingan terhadap kekuasaan yang sah.
Sayangnya profil Gülen yang banyak tersebar di dunia maya, tidak banyak memberikan rujukan ilmiah, kurang utuh dan kurang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak sedikit, bayangan tentang Gülen dibangun oleh data media-media blog yang tidak melakukan verifikasi yang memadai.
Fathulleh Gülen dan Turki
Muhammad Fethulleh Gülenatau yang akrab disapa Hocaefendi, lahir di Korucuk, Erzurum - Turki Timur pada tanggal 11 November 1938.Hingga saat ini, lebih dari 70 buku telah ia tulis dan lebih dari 1.000 kaset dan CD mengenai ceramah-ceramahnya telah dipublikasikan.
Sejak belia, Gülen sudah menghafal Alquran dan belajar ilmu agama di sejumlah madrasah. Ia menimba ilmu-ilmu keislaman dari beberapa orang ulama besar yang salah satu di antaranya adalah Osman Bektasi yang merupakan seorang ahli fikih paling terkemuka di masanya.
Dari gurunya ini, Gülen mempelajari ilmu-ilmu nahwu, balaghah, fikih, ushulul fiqh, dan aqaid. Pada masa-masa inilah, Fethullah Gülen mulai mengenal Said Nursi melalui gerakan yang dilakukan murid-muridnya. Gerakan yang dicanangkan oleh Said Nursi pada dasawarsa ketiga abad dua puluh ini adalah sebuah gerakan pembaruan yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Bagaimanapun Fethullah Gülen memiliki jasa terhadap Islam, khususnya di bidang pendidikan. Sekolah Gülen tersebar luas, termasuk Indonesia. Telah banyak anak-anak didik Islam yang menjadi ulama dari hasil amal pendidikannya. Ajarannya tentang Hizmet (pelayanan terhadap umat manusia), telah menarik perhatian sejumlah pendukungnya dari Turki hingga ke seantero dunia.
Terlepas dari konflik politiknya dengan Erdogan, Gülen dianggap representasi kelompok Islamis. Bulent Aras dan Omar Caha mencatat, ada empat juta orang yang terpengaruh atas pandangan-pandangan Gulen dan menyebar pada kelompok urban, seperti dokter, akademisi, dan profesional lainnya. Gülen dipandang sukses menciptakan masyarakat muslim yang selama ini menentang politik Islam. Hal itu berkembang melalui pembangunan asrama mahasiswa, sekolah tinggi, universitas, pendidikan pusat budaya, dan publikasi. [Lihat: Bulent Aras and Omer Caha, Fethullah Gulen And His Liberal "Turkish Islam" Movement, in Middle East Review of International Affairs, Vol. 4, No. 4 (December 2000)]
Ahmed T Kuru, bahkan menyandingkan Gülen dan Milli Gorus yang diinisiasi Erbakan sebagai gerakan yang berpengaruh pada akhir 1990-an, meskipun mereka mengambil jalan dakwah berbeda. Jika Milli Gorus fokus kepada Islamisme politik, maka Gülen berfokus pada pelayanan masyarakat.
Generasi muda Milli Gorus dan gerakan Gülen memiliki dua tempat utama dalam gerakan Islam di Turki dalam menghubungkan ide-ide mereka. Salah satunya adalah jaringan media gerakan Gulen, terutama koran Zaman. Pada bulan Februari 2000, bahkan koran Zaman mempublikasikan pandangan-pandangan baru Erdogan dan Bülent Arınç yang dianggap generasi penerus Erbakan. Dalam dua wawancara terpisah, dua pemimpin ini menekankan demokrasi sebagai prioritas mereka dan mengadopsi sekularisme secara pasif. [Ahmed T Kuru, Changing Perspectives On Islamism And Secularism In Turkey: The Gülen Movement And The AK Party, in Muslim World in transition contribution of Gulen Movement (London: Leeds Metropolitan, University Press, 2007]
Gülen dan Erdogan: Aset Umat
Meski upaya persatuan Gülen dan Erdogan tampak sulit terjadi, tapi cita-cita itu tetap memiliki peluang terwujud. Gülen pernah menjalin kerjasama dengan Erdogan dalam membangun politik Islam di Turki.
Syarif Thagian dalam biografinya tentang Erdogan menilai, meskipun Necmettin Erbakan dianggap sebagai guru besar politik Erdogan, akan tetapi pengalaman Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP) dalam pemerintahan menunjukkan bahwa Fathulleh Gülen merupakan guru sejati Erdogan dan juga guru spiritual bagi AKP –Hal sama juga ditekankan Ahmed T Kuru yang menyebut Erdogan secara personal lebih dekat kepada Gülen.
Thagian menilai, jika kita ingin membaca keberhasilan AK Parti, maka cermatilah gerakan Gülen. Banyak kolumnis Barat yang menulis tentang Gülen dan melukiskannya sebagai pemimpin gerakan sosial Islam dan nasionalis yang tidak memusuhi Barat dan membangun masa depan Islam secara sosiologis di Timur Tengah.
Yang menarik, ketika ketika upaya kudeta yang gagal menyinggung keterlibatannya, di tanah air, nama Gülen seolah nampak hanya buruk saja.
Di sisi lain, jaringan Gülen global, dengan lebih dari 500 perusahaan, ribuan sekolah, ribuan guru yang setia, dan pengikut berjumlah jutaan, dianggap tantangan terbesar (sebut ancaman) ideologi Kemalis di Turki sampai hari ini.
Gülen dianggap sebagai tokoh yang ingin menghancurkan sekularisme Turki. Gülen kerap dijatuhi hukuman beberapa kali dengan tuduhan menyusupkan agenda tersembunyi untuk mengislamkan masyarakat Turki. Meski ia selalu lolos dari pidana penjara.
Gülen meninggalkan Turki pada tahun 1999 setelah penggulingan mantan Perdana Menteri Necmettin Erbakan tahun 1998 karena khawatir jadi sasaran pihak militer untuk dimasukkan ke penjara.
Faktor lain yang mendorong Gülen meninggalkan Turki adalah videonya di hadapan para pendukungnya, yang ingin melakukan perubahan secara bertahap terhadap karakter sistem pemerintahan Turki. Kaset video tersebut kemudian tersebar dan menimbulkan perdebatan sengit di Turki hingga gerakannya dibatasi.
Penuntut umum Turki, kala itu, melakukan investigasi tentang keterangan pers dan ceramah-ceramahnya. Bahkan Presiden Sulayman Demirel memperingatkan Gülen atas aktivitas-aktivitas Keislamannya. Ia juga mewanti-wanti Gülen bahwa tokoh agama tidak selayaknya mendapatkan kedudukan politik dan cukup memberikan nasehat tanpa tergiur urusan keduniawian (politik).
Gülen memang sempat berbeda pandangan dengan AKP atas pilihan gerakan dengan simbol Islam, karena Gülen memiliki basis jaringan ke seluruh elemen di Turki. Namun Gerakan Gülen semakin meredup terhadap partai-partai Islam seiring naiknya AKP ke puncak kekuasaan.
Hubungan keduanya kemudian membaik dan mampu menggalang kerjasama. Hal inilah yang dipandang Thagian, menambah kekhawatiran kelompok Kemalist Ultra Nasionalis terhadap kehadiran dua tokoh berpengaruh bagi Islam di Turki: AKP dan Gerakan Gülen. [Syarif Thagian, Erdogan: Muadzin Istanbul Sekularisme Turki, Pustaka Al Kautsar: Jakarta, 2012]
Bagaimanapun, Erdogan dan Gülen adalah kekuatan politik yang besar di Turki. Mereka telah mencatat sejarah membumikan nilai-nilai Islam.
Dalam dunia politik dan kekuasaan, politik selalu tidak mudah ditebak. Sebagaimana istilah yang sering kita dengar, tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi.
Di zaman Kekhilafahan Islampun, tak sedikit ulama menjadi korban kebijakan politik. Imam Ahmad mengalami siksaan saat kekhalifahan Al-Mu’tashim. Imam Abu Hanifah pernah diminta oleh Khalifah Al-Mansur untuk menjadi hakim di Pengadilan, tetapi beliau menolaknya sehingga beliau ditangkap, kemudian di penjara dan disiksa (dicambuk).
Yang kita khawatirkan adalah adanya upaya-upaya pihak tertentu untuk melemahkan identitas politik berbasis Islam di Turki, yang telah dengan sukses dilakukan oleh sang guru dan murid ini. Jika islah keduanya masih mimpi, maka biarlah sejarah mengenal mereka sebagai aset umat, tidak hanya untuk bangsa Turki, tapi juga dunia. Dan kita tidak ikut menikmati perseteruan ini.*
Penulis peminat politik Timur Tengah dan Dunia Islam