Ahad 18 Dec 2016 20:57 WIB
Ekspedisi LIPI ke Pulau Sumba

Mendamba Sumba: Perjalanan Menghayati Saat Keajaiban Diciptakan

Tim Ekspedisi ke Pulau Sumba, LIPI
Foto: Istimewa
Tim Ekspedisi ke Pulau Sumba, LIPI

Ekspedisi LIPI ke Pulau Sumba

Mendamba Sumba: Perjalanan Menghayati Saat Keajaiban Diciptakan 

Oleh: Oscar Efendy, Peneliti LIPI

=============

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan ekspedisi ke Pulau Sumba pada bulan April sampai dengan Mei 2016. Dalam ekspedisi ke Pulau Sumba tahun ini, LIPI menugaskan 33 orang peneliti dari lintas satuan kerja yang terdiri Pusat Penelitian Biologi (Bidang Botani, Bidang Zoologi, Bidang Mikrobiologi), Kebun Raya (Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas), Pusat Penelitian Biomaterial, Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya. Turut serta dalam ekspedisi ini adalah Tim dari Pustekkom (Kemendikbud) yang membuat video ajar tentang ilmu pengetahuan, khususnya biologi dengan nara sumber para peneliti ketika sedang di lapangan.

Pulau Sumba memang sangat memikat. Di balik kegersangan tersimpan keindahan luar biasa. Tradisi dan budayanya pun tah kalah menarik dan indahnya. Keramahan penduduk menjadi pelengkap dari daya pikat Sumba. Maka wajarlah jika penyair Taufiq Ismail merasa rindu pada Sumba hanya melalui cerita-cerita yang disampaikan oleh rekannya sesama penyair, Umbu Landu Paranggi. 

Sumba seperti punya magnet yang selalu mengajak orang untuk mendamba pergi ke Sumba. Jika belum pernah datang dan mendengar, kita seperti Taufiq Ismail yang merindukan Sumba walau dari cerita. Tetapi jika sudah pernah berkunjung, maka Sumba selalu mengajak kita untuk kembali menyambanginya. 

Gugusan savanna dan bukit-bukit kecil selalu menghias di kelopak mata. Hembusan angin pantai dan pegunungan yang sama-sama kering masih terasa untuk waktu lama. Malam sejuk dan siang terik. Senja dan subuh sama saja. Hanya beda sudut mata dalam melihat titik keindahan. Permainan warna dari alam. Subuh mengakhiri pekat dan dingin malam serta memulai hangat dan terik matahari. Sedangkan senja adalah permulaan dari dingin dan pekat serta akhir dari kerontang di Sumba.

Tekstur tanah yang bergelombang dengan bulu-bulu halus menjelma savanna laksana remaja ranum yang terus menggoda. Angin membuka lembar-lembar hasrat manusia pada semesta. Jika Taufik Ismail menyarankan untuk ‘berdirilah’, maka saya menyarankan untuk Termenunglah di dalamnya. Hanya ada embusan angin, gemerisik rerumputan, ringkikan kuda, dan lolongan anjing, serta teriakan gembala yang menyatu dalam kehendak tubuh untuk rehat barang sejenak. Berada di Sumba seperti berada dalam kepungan keindahan dan keunikan.

Pulau Sumba memiliki hutan yang cukup luas. Hutan-hutan itu berada di antara cekungan satu bukit dengan bukit lainnya. Di pegunungan ada hutan elfin atau hutan bidadari yang berisi pohon-pohon kerdil. Pada sisi lain, ada juga hutan gugur daun yang pada musim-musim tertentu daunnya yang menghiasi pohon akan berguguran, persis seperti musim gugur di daerah yang mengalami empat musim.

Hutan-hutan yang ada di Sumba Timur sebagian masuk menjadi Taman Nasional. Status Taman Nasional bisa jadi belum begitu lama, pertengahan tahun 2000an, tetapi praktek konservasi sudah sangat lama. Bahkan area inti dari Taman nasional ini bermula dari konsep pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat lokal, terutama dari penganut Merapu. Satu keyakinan tradisional masyarakat Sumba yang masih kental di beberapa tempat.

Salah satu keyakinan tradisional yang bertahan sampai sekarang adalah fenomena Danau Laputi yang terletak di Desa Praing Kareha, Kecamatan Tapundung. Danau Laputi dikeramatkan oleh masyarakat. Dampak dari pengkeramatan adalah masyarakat tidak boleh mengganggu habitat dan binatang yang tinggal di dalamnya. Salah satu binatang yang hidup di danau terebut adalah sidat atau moa. Binatang yang bentuknya seperti belut hanya saja ukurannya jauh lebih besar dan memiliki telinga.

Masyarakat menyebut binatang ini dengan sebutan Apu (Nenek) dan Boku (Kakek). Binatang ini dapat hidup dengan tenang di Danau Laputi dan aliran sungai yang dekat dengan danau. Bahkan, pengunjung dan siapapun bisa bermain-main dengan Apu dan Boku. Ada banyak cerita terkait sidat di Danau Laputi. Namun terlepas dari itu, fenomena ini menunjukkan bahwa kearifan lokal terkadang lebih efektif dalam menjaga kelestarian atau konservasi. 

Hutan-hutan yang ada di Sumba pun kaya akan jenis. Berbagai jenis eksotik dan khas masih banyak dijumpai. Di beberapa tempat, hutan yang ada masih terpelihara dengan baik karena dikeramatkan oleh masyarakat lokal. Tanpa ada pengawas, hutan tetap terjaga. Di dalam hutan yang teduh, di antara pohon-pohon yang tinggi menjulang banyak juga dihuni oleh binatang-binatang yang menakjubkan. 

Burung-burung yang langka dan indah masih bebas berkeliaran. Tikus, kekelawar, dan musang dapat berkembang dengan baik sesuai dengan daya dukung sumberdaya. Hutan dan apa yang ada di dalamnya menjadi begitu indah karena memberikan warna kontras dari padang savanna yang menghampar di sebagian besar Pulau Sumba.

Di antara celah tebing yang ditumbuhi pohon-pohon besar, mengalir dengan deras air sungai. Bahkan ada yang berupa air terjun. Jika diibaratkan suatu jenis tertentu dari binatang, maka liukan sungai dan tarian air terjun menjelma menjadi bidadari yang menari secara ritmis, mengikuti gerak semesta. Sumberdaya air dapat ditemui di hutan-hutan kecil yang ada di tiap cekungan. Suatu indikasi bahwa di bawah tanah Sumba yang terlihat gersang masih menyimpan kesejukan air. 

Kontras dengan itu semua adalah padang savanna. Sebagian besar Pulau Sumba memang berisi padang ilalalang yang berupa savanna. Jika sedang kering maka terlihat merangas, tetapi jika ada hujan maka hijau ranum. Savanna berada di bukit-bukit yang bergelombang. Laksana kue lapis yang berwarna hijau atau coklat muda dengan kuda-kuda yang diliarkan sebagai titim penghiasnya.

Di antara savanna dan juga hutan terdapat gua-gua karts yang menantang untuk ditelusuri. Gua-gua ada yang besar dan ada yang kecil. Gua besar atau liang bakul dalam bahasa setempat adalah gua vertikal yang dihiasi stalakmit yang ada di dalamnya. Di beberapa gua masih dapat ditemui tulang belulang dari hewan, yang entah mati karena apa. 

Keindahan yang ditawarkan Sumba tidak berhenti. Di tiap sudutnya ada pantai yang sangat indah. Sebagai pulau oceanic maka pantai di Sumba berhadapan dengan laut lepas. Gemuruh ombak adalah ungkapan air laut yang bahagia menjelang bertemu dengan pasir putih. Tepian pantai tanpa batas adalah gambaran keindahan Sumba yang juga tanpa batas.

Salah satu pantai yang terkenal di Sumba Timur adalah Pantai Tarimbang dan Kalala. Gulungan ombak yang besar dan memikat adalah keindahan yang menarik derap adrenalin para peselancar. Para pelancor dari Australia sangat sering terlihat menikmati keindahan pantai Tarimbang. Selain Tarimbang, pantai-pantai lain juga menawarkan hal sama. Hanya persoalan akses ke lokasi yang sulit. Tetapi bagi para pelancong, kesulitan akses juga merupakan pengalaman tersendiri. Salah satu pantai yang patut dilihat adalah Pindubirani, pantai yang mengambil nama desa. Akses ke lokasi memang sulit, tetapi segala kesah akan tuntas terbayar ketika sampai di lokasi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement